Jika memang seluruh pihak, termasuk para wakil rakyat di DPR RI dan pemerintah, aparat penegak hukum, serta berbagai kelompok masyarakat peduli terhadap korban dan menginginkan pemerkosaan tak lagi berulang, maka mengesahkan RUU TPKS jadi UU jadi sebuah keniscayaan.
Baca juga: Kementerian Sosial berikan pendampingan pada santri korban perkosaan
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 8 Desember 2021 telah menyetujui RUU TPKS sebagai rancangan undang-undang inisiatif DPR RI. Dalam persidangan, tujuh fraksi menyetujui RUU TPKS, sementara Fraksi Golkar menilai perlu waktu untuk mendengar pendapat publik, dan Fraksi PKS menolak.
RUU TPKS merupakan satu-satunya rancangan undang-undang yang saat ini menjadi harapan karena beleid itu tidak hanya mengatur soal hukuman kepada pelaku, tetapi juga memuat berbagai ketentuan melindungi korban, antara lain mulai dari tahap awal pelaporan kasus sampai pendampingan dan pemulihan.
Komnas Perempuan telah mengadvokasi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (KS) ke DPR RI sejak 2010. Usulan draf RUU Penghapusan KS juga telah dibuat oleh Komnas Perempuan sejak 2014. Naskah akademik terkait RUU itu pun telah diserahkan oleh Komnas Perempuan ke DPR RI pada 2016.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kemudian beberapa kali masuk program legislasi nasional, tetapi kemudian ditunda pembahasannya karena berbagai macam alasan. RUU Penghapusan KS yang saat ini dikenal sebagai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual kembali masuk Prolegnas Prioritas 2021, tetapi beberapa minggu menjelang akhir tahun, RUU itu baru disetujui oleh Baleg DPR RI sebagai rancangan undang-undang inisiatif DPR RI.
Spektrum - Pencegahan pemerkosaan butuh hukum yang berpihak pada korban
Selasa, 14 Desember 2021 15:59 WIB