Cirebon (ANTARA) - Sekujur tubuh anak laki-laki berusia 6 tahun itu dipenuhi bekas luka, mulai dari bagian kepala hingga kaki, baik berupa sayatan maupun hantaman.
Di bagian kepala sebelah kanan, misalnya, terdapat bekas luka yang cukup panjang, mulai dari belakang telinga hingga hampir ke dahi dengan bentuk melingkar.
Tidak hanya itu, di sekitar kepala terdapat juga bekas luka kecil lainnya, dan jumlahnya lebih dari 10, bahkan satu luka masih belum mengering.
Kemudian di bagian muka, ada bekas hantaman yang mengenai mata hingga membuat mata anak itu bengkak dan kelopaknya merah. Begitu juga di bagian tubuh, bahkan tulang tangan kanannya tidak lagi lurus, seperti biasanya, karena patah oleh perbuatan ibu angkatnya.
Semua luka pada anak laki-laki itu dialami ketika ia menginjak usia 2 tahun, dan selama empat tahun lamanya ia mendapatkan sejumlah kekerasan fisik dari ibu angkat, yang seharusnya melindungi dan menyayanginya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, turun tangan menangani masalah itu setelah mendapatkan laporan dari para tetangga mengenai adanya kekerasan yang dialami seorang anak.
Pada saat dijemput di rumah orang tua angkatnya, anak itu dalam keadaan trauma dan ketakutan serta kondisi mata yang lebam bekas kekerasan. Bahkan, anak tersebut langsung minta ikut Bunda Fifi, sapaan akrab Ketua KPID Kabupaten Cirebon, sambil merengek meminta belas kasihan.
Hilangkan trauma
Bukan hanya luka yang diterima anak usia 6 tahun itu, tapi rasa trauma masih menghantui di setiap saat, bahkan ketika ada orang dewasa yang berbicara dengan nada tinggi, anak itu langsung terdiam ketakutan.
Kondisi tersebut tentu perlu perhatian khusus, sehingga anak itu ditempatkan di rumah aman anak milik KPAID Kabupaten Cirebon, agar bisa dipantau setiap saat.
Menghilangkan trauma kepada anak-anak memang butuh waktu yang tidak sebentar, apalagi kekerasan yang didapatkan sudah sampai empat tahun lamanya.
Setelah sekitar satu pekan dirawat di rumah aman anak, anak laki-laki itu menunjukkan perkembangan yang lebih baik, dan sudah mulai kembali berkomunikasi, meskipun rasa trauma itu masih ada.
KPAID Kabupaten Cirebon berkomitmen akan merawat anak tersebut sampai benar-benar rasa trauma akibat kekerasan yang dialaminya hilang, agar tumbuh kembang tidak terganggu.
Dari pantauan KPAID, perkembangan anak itu sudah bagus dan tidak rewel. Anak itu juga bisa diarahkan dan akan terus dirawat, hingga traumanya hilang.
Dua pekan lebih, Polresta Cirebon bersama KPAID menelusuri keberadaan orang tua kandung anak laki-laki itu, karena dari dokumen yang ada, bahwa orang tuanya berada di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Petugas kemudian mendapatkan informasi dari aparat setempat bahwa yang bersangkutan sudah lama tidak lagi tinggal di rumah, dan kini merantau ke daerah lain.
Setelah itu, petugas mendapatkan nomor telepon serta alamat ibu kandung anak laki-laki tersebut dan langsung memberi tahu keberadaan anaknya yang menjadi korban kekerasan.
Penegakan hukum
Kepolisian Resor Kota (Polresta) Cirebon memastikan ibu angkat anak laki-laki usia 6 tahun itu sudah diproses secara hukum, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama ini.
Ibu angkat yang diamankan oleh Satreskrim Polresta Cirebon, berinisial AM (46) dan yang bersangkutan sudah mengakui penganiayaan tersebut dilakukan berulang kali kepada korban.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui penganiayaan itu sebagai bentuk pelampiasan tersangka atas permasalahan rumah tangganya. Karena tersangka mengaku sering mendapat perlakuan kekerasan dari suaminya.
Tersangka AM juga dibawa ke psikiater untuk diperiksa kejiwaannya, guna memastikan kemungkinan adanya motif lain dalam kasus tersebut. Namun, sejauh ini tersangka mengakui motif penganiayaan terhadap korban hanya sebagai pelampiasan emosi ketika sedang merasa kesal.
Dari hasil pemeriksaan psikologis dapat diketahui motif sebenarnya dari tersangka yang telah menganiaya korban.
Polresta Cirebon pada periode Januari sampai Agustus 2022 menangani 41 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, terdiri dari kasus kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan perdagangan orang yang kini masih terus ditangani.
Kekerasan seksual paling mendominasi dengan 28 kasus, kemudian kekerasan fisik menduduki peringkat kedua totalnya mencapai 12 perkara, dan tujuh perkara di antaranya telah selesai ditangani.
Jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak pada tahun ini di wilayah Kabupaten Cirebon meningkat dibanding 2021. Jumlah kasus yang ditangani hingga Agustus 2022 telah mencapai 63,07 persen dibanding kasus kekerasan perempuan dan anak pada tahun lalu.
Selama 2021 terdapat 65 kasus kekerasan perempuan dan anak, pada tahun ini sampai Agustus 2022 ada 41 kasus.
Sementara itu, untuk tingkat daerah, khususnya data dari KPAID Kabupaten Cirebon, mencatat kekerasan yang diterima anak berupa kekerasan fisik maupun seksual, dan rerata dilakukan oleh orang terdekatnya yang seharusnya melindungi dan mengayomi mereka. Kekerasan itu, seperti dilakukan orang tua, teman, tetangga, saudara, guru maupun pihak lainnya.
Jumlah kasus yang terbilang masih sangat tinggi itu perlu perlahan dihilangkan, agar generasi penerus bangsa ini tumbuh dengan baik, tanpa dibayangi trauma masa lalu.
Masyarakat juga diharapkan dapat menggemakan dan melawan kekerasan terhadap anak, karena ketika anak mendapatkan kekerasan bisa membekas sampai dewasa.
Keadaan itu bisa membuat mental anak terganggu, sehingga tumbuh kembang tidak sempurna, seperti anak lainnya. Untuk itu perlu peran dari semua pihak agar kekerasan terhadap anak tidak berulang kembali.
Spektrum - Kekerasan terhadap anak harus dihentikan
Oleh Khaerul Izan Minggu, 9 Oktober 2022 17:52 WIB