Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyelenggarakan Festival Dulag atau festival bedug di Gedung Pakuan, Minggu malam, untuk mengajak warga tidak melakukan takbiran keliling.
"Malam takbiran adalah malam kegembiraan. Saya membuka ruang untuk warga bersama-sama, takbiran daripada keliling-keliling di jalan," kata Dedi di Gedung Pakuan.
Dedi mengatakan takbiran keliling memunculkan berbagai masalah mulai dari kemacetan, terlebih juga sering terjadi konflik antara kelompok takbiran keliling.
"Lebih baik di sini dinilai, dilombakan mendapat hadiah, disiapkan makan dan saya lihat tadi masyarakat sangat antusias," ucapnya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan Festival Dulag di Gedung Pakuan ini untuk menciptakan suasana gedung yang jadi tempat kerja dan tinggal Gubernur Jabar ini bisa diakses masyarakat secara lebih luas dalam pelayanan publik.
"Balai ini atau gedung ini dibangun, kemudian diisi oleh gubernur untuk melayani publik. Ada suasana formal yang hari-hari kita pasti menerima tamu-tamu formal. Tetapi juga suasana informal ada hari-hari tertentu di mana kita bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat, salah satunya Festival Dulag ini," ujarnya.
Di lokasi, ribuan warga meramaikan malam takbiran di acara Festival Dulag istimewa di Gedung Pakuan itu. Para peserta berasal dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat serta dari dinas Pemprov Jabar.
Para peserta yang berjumlah 70 tim berkompetisi untuk memukul bedug dan takbiran. Mereka dipilih oleh para juri yang terbaik di Festival Dulag tersebut.
Masyarakat Kota Bandung yang hadir di acara tersebut ikut menyemarakan acara yang baru diadakan di masa kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Dedi menyebut memukul bedug jelang lebaran merupakan tradisi budaya di Indonesia.
Di tengah memberikan sambutan, Ded Mulyadi mengajak seorang bocah asal Kota Bandung untuk berdialog. Ia mengajak bocah tersebut untuk mengubah kebiasaan pascabulan puasa Ramadan.
"Dalam tradisi Islam kultural itu mengenal yang namanya bedug, dan bedug itu pertanda bagi kegiatan-kegiatan spiritualitas yang memasuki hari ganjil. Jadi kalau puasa masuk ke 21 hari, itu biasanya mulai mendulag. Nah ini ditandai dengan upacara saling memberi, orang memotong ayam, memotong kambing, bahkan sapi. Dan strata sosial pada saat itu tidak ada si kaya dan si miskin," ucap Dedi saat sambutan.
Namun begitu, ia menuturkan saat ini pendidikan semakin baik, tingkat ekonomi semakin baik, dan strata sosial semakin baik, justru terbalik zamannya. Karenanya di momen hari Lebaran ini dia mengajak warga Jabar untuk lebih beradab dan bermartabat.
"Rata-rata dari banyak orang banyak yang merasa miskin, dia protes manakala tidak kebagian paket bantuan sosial, bantuan sembako, dan bantuan gratis. Maka dengan momentum menyambut 1 Syawal ini adalah momentum menuju perubahan, dan saya ingin menjadikan manusia Jawa Barat yang beradab dan bermartabat," ujar dia.