Perayaan tersebut disambut antusias oleh masyarakat setempat sehingga bisa menjadi daya tarik wisata.
"Saya optimis budaya ini dikemas dengan baik maka semakin tahun semakin banyak menarik minat masyarakat untuk menyaksikannya dan bukan tidak mungkin ini bisa menjadi agenda wisata di Kota Pontianak," ujar Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono di Pontianak, Kamis.
Edi menjelaskan bakcang sendiri merupakan makanan tradisional masyarakat Tionghoa dan memiliki Hari Bakcang tersendiri. Makanan dari beras ketan yang diisi daging atau ayam cincang bumbu ini pertama kali muncul pada zaman Dinasti Zhou.
"Menurut legenda, bakcang dibuat karena simpati rakyat kepada Qu Yuan yang bunuh diri dengan cara melompat ke sungai Miluo. Saat itu masyarakat melemparkan bakcang ke sungai dengan maksud agar binatang air tidak memakan jasad Qu Yuan dan beralih menyantap bakcang yang dilemparkan," jelas dia.
Edi ikut serta melempar bakcang dari atas kapal bersama tamu undangan lainnya. Bakcang yang dilempar ke sungai sesekali disambut oleh warga yang tengah mandi di sungai yang mengitari kapal wisata.
"Budaya Tionghoa dalam merayakan Hari Bakcang ini patut dilestarikan sebagai bagian dari khasanah budaya yang ada di Kota Pontianak. Meski budaya ini merupakan budaya lama namun masih dijalankan oleh warga Tionghoa di kota ini," jelas dia.
"Mudah-mudahan budaya ini bisa memberikan inspirasi dan memberikan manfaat terutama menjalin interaksi dan masyarakatnya semakin guyub," ungkapnya.
Menurutnya, perayaan bakcang ini memberikan dampak pada geliat perekonomian di Kota Pontianak. Betapa tidak, warga Tionghoa yang hendak mandi di Sungai Kapuas, beberapa di antaranya ada yang menyewa perahu motor air sebagai transportasi.
"Saya optimis ini juga menjadi bagian daya tarik wisata karena sangat menarik minat orang yang menyaksikannya, apalagi tamu-tamu dari luar Pontianak," kata dia.
Di Kota Pontianak, perayaan Hari Bakcang digelar oleh Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kota Pontianak di atas kapal wisata tepian Sungai Kapuas, Kamis (22/6). Perayaan itu ditandai dengan melempar bakcang ke Sungai Kapuas.
Tradisi ini dikenal dengan nama tradisi mandi Peh Cun yang dilaksanakan pada tengah hari, dimulai pada pukul 10.00 hingga pukul 12.00 WIB tatkala matahari tepat berada di atas kepala.
Bacang atau Bakcang adalah kuliner tradisional masyarakat Tionghoa yang artinya berisi daging.
Makanan ini terbuat dari beras ketan sebagai bahan utama dengan isian Daging Babi, Jamur Shiitake, Kuning Telur Asin, Seledri, dan Jahe sebagai isi.
Akan tetapi, untuk mengenalkan makanan khas Tionghoa ini di lidah orang Minang, isiannya kemudian diganti dengan daging ayam sehingga halal dikonsumsi.
Dibagikan gratis
Pada Juni 2022, Pemerintah Kota Singkawang, Kalimantan Barat membagikan 50.000 kue bacang kepada masyarakat setempat dalam kegiatan Festival Kue Bacang Singkawang 2020.
"Dikarenakan saat ini masih dalam kondisi pandemi COVID-19 maka kita ingin berbagi kasih dengan memberikan bacang sebanyak 50.000 bungkus kepada masyarakat," kata Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie di Singkawang, Jumat.
Dia menegaskan, mengingat saat ini kota tersebut juga terdampak COVID-19, maka festival ini dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan.
Kegiatan festival tersebut dapat terselenggara berkat kerja sama dan dukungan dari 14 perkumpulan organisasi yang ada di Kalbar dan dibentuk menjadi satu panitia guna menyukseskan acara ini.
Tujuan pihaknya menyelenggarakan Festival Bacang, pertama, untuk memperkenalkan salah satu budaya yang ada di Kota Singkawang.