Simak satu contoh ketika sosok Sugiat yang sudah dewasa dan menjadi pengacara muda, kembali pulang ke Indonesia dan bertemu dengan dua orang asisten rumah tangga yang pernah merawatnya ketika dia masih kecil:
Sugiat: “Ayah, ini masih Karjo yang dulu ini?”
Karjo: “Ya saya, Tuan Muda.”
Sugiat: “Inem di mana sekarang?”
Karjo: “Ada. (memanggil Inem), Inem!”
Inem: “Ya?”
Sugiat: “Wah Inem. Sudah tua-tua juga sekarang, ya! Masih cakar-cakaran kayak dulu, nih?”
Inem: “Aah, tidaaak! Sudah tua. Cuma, tempo-tempo.”
Karjo: “Tempo-tempo sama supir.”
Sugiat: (tertawa) "Sudah-sudah. Hari ini jangan ribut-ribut, hari ini ini boleh prei semua.”
Ada pula contoh lain ketika sosok antagonis bernama Leo kembali hendak memeras Dr. Samsi yang tak lain adalah ayah kandung Sugiat.
Leo (L): “Mujur betul dokter. Bapak Dokter anak mester (sarjana hukum). Jadi, duit nggak ke mana-mana, kumpul aja, ya. Bukan seperti saya nih, terus menerus melarat sengsara kumpal kampil.”
Dr. Samsi (DS): “Leo, apa kau belum berusaha apa-apa, umpamanya berjualan?”
(L): “Berjualan? Belum ada hati saya sampai ke sana. Dokter, saya sebenarnya sangat malu.
(DS): “Mengapa Leo?”
(L): “Saban bulan saya datang minta duit seperti mengemis."
(DS): “Aaah, itu kan tidak menjadi soal. Tidak mengapa.”
(L): “Tapi kali ini kedatangan saya minta bantuan Dokter.”
(DS): “Kau tahu bukan, aku selalu bersedia menolong engkau. Berapa kau perlu?”
(L): “Tidak banyak, Dok. Cuma 15 ribu.”
(DS): “Hah?! 15 Ribu?! Apa kau tidak keliru, Leo?”
(L): “Masa saya keliru, Dokter. Kalau saya perlu 15 ribu, saya minta 15 ribu!”
(DS): “Tapi 15 ribu itu tidak mungkin, Leo. Saya sangka kau akan minta paling banyak empat atau lima ratus rupiah.”
(L): “400 500 saya tidak perlu minta dari Dokter. Itu saya bisa dapat di tengah jalan. Yang saya perlukan 15 ribu, Dokter. Itu gunanya untuk tinggalkan Jakarta. Mengerti?”
Ragam diksi menarik berkelindan pula dengan suguhan nyanyian serta dansa-dansi menawan hati yang sangat lazim dalam karya-karya sinema pada zaman itu. Jadi, bila bukan karena kualitas suara yang kurang maksimal utamanya pada bagian awal film dan beberapa potongan adegan yang menghilang, maka “Dr. Samsi” yang lahir pada 70 tahun lalu itu -- meminjam istilah keren anak zaman sekarang, masih “relate” dengan pranata sosial dan dimensi sosiologis era mobil listrik saat ini.
Pesan yang disampaikan begitu lugas, sederhana, sehingga tidak perlu mengerutkan dahi selama berhari-hari untuk memahami konflik yang dibangun oleh sang pembuat film.
Spektrum - Menjaga "Dr. Samsi" lewat alih teknologi media bernama restorasi
Oleh Ahmad Faishal Adnan Senin, 25 Desember 2023 9:26 WIB