Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono mengusulkan agar Program Petani Milenial yang digagas oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), diganti menjadi Program Petani Muda Jabar Bangkit.
"Program Petani Milenial akhirnya hanya fokus di hilirisasi yang ujungnya juga tidak berjalan dengan baik, dibuktikan dengan sepinya outlet produk Program Petani Milenial," kata Ono Surono saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk "Peran Petani Muda Sebagai Pilar Penting Dalam Upaya Menghadapi Krisis Pangan Global" di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Senin.
Ono menilai Program Petani Milenial di Jawa Barat yang dinilai gagal karena hanya 30 persen yang dikatakan berhasil, bukan karena konsepnya yang salah, tetapi pelaksanaannya jauh dari konsep awal.
Dia mencontohkan tanah yang disediakan hanya 0,2 hektare dan belum ada irigasinya, permodalan yang tidak dikelola langsung oleh petani, off taker yang menghilang dan pendampingan dari penyuluh yang tidak berjalan.
Ono mengatakan seharusnya Pemprov Jabar tidak menyiapkan program hulunya yang menyelesaikan permasalahan dasar pertanian.
Mungkin saja, sambung Ono, selama ini Provinsi Jawa Barat hanya mengandalkan program dari Kementerian Pertanian.
Sehingga, kata dia, semua kebutuhan untuk menjalankan program itu hanya bersumber dari hutang pada Bank Jabar Banten yang mengakibatkan bengkaknya biaya produksi
"Padahal apabila pendapatan petani dalam satu bulannya mencapai 3 - 4 juta, maka regenerasi tidak akan masalah lagi," kata Ono.
Dia menegaskan bahwa regenerasi petani sangat diperlukan saat kebutuhan pangan menjadi sangat fundamental.
Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan kebutuhan dan ancaman global tentang krisis pangan dikarenakan adanya pandemi COVID-19 dan perang Rusia dengan Ukraina.
"Regenerasi Petani akan berjalan bila diikuti dengan konsistensi pemerintah dalam menjalankan program yang menyelesaikan masalah dasar pertanian, yaitu lahan, irigasi, sarana prasarana, regulasi, kelembagaan, permodalan dan hilirisasi," kata dia.
Dia mengatakan saat ini program pertanian mayoritas berasal dari Kementerian Pertanian dan nilainya terus menurun setiap tahunnya.
"Bahkan dari info yang saya dapat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hanya menganggarkan program-program pertanian tidak lebih dari satu hingga dua persen dari seluruh APBD Jawa Barat," kata Ono.
Saat biaya produksi kecil, kata Ono, maka pendapatan petani akan lebih besar sehingga akan membukakan mata anak muda tentang usaha pertanian yang menguntungkan
Ono juga menyarankan Program Petani Muda harus difokuskan dulu pada wilayah pertanian produktif yang diawali dengan membuat regulasi (perda) untuk mengatur lahan pertanian berkelanjutan yang disertai skema perlindungan dan pemberdayaan.
Mulai dari pendidikan atau pelatihan anak-anak petani dengan beasiswa penuh dari pemerintah sampai perguruan tinggi pada fakultas/jurusan pertanian.
"Lalu setelah lulus wajib meneruskan usaha orang tuanya. memastikan irigasi, benih, pupuk, alsintan tersedia dengan baik, membantu dalam pasca panen dan distribusi. Setelah itu baru mengarah pada mahasiswa pertanian dan pengangguran angkatan kerja," kata Ono.