Bandung (ANTARA) - Kalau hari ini, Taman Maluku identik dengan suasana adem buat ngopi, lari pagi, atau sekadar healing, Bandung Baheula punya cerita yang jauh lebih megah-bahkan mirip adegan pembukaan film sejarah.
Sebuah laporan dari koran Belanda Preanger Bode pada tahun 1922 menggambarkan bagaimana taman itu dulu pernah berubah menjadi lokasi upacara militer besar-besaran: seragam lengkap, jenderal, musik, hingga peresmian patung seorang pastor yang sangat dihormati prajurit kolonial-Pastor Verbraak.
Ternyata, Taman Maluku bukan cuma ruang hijau, tapi juga saksi bisu upacara yang pernah membuatnya menjadi pusat perhatian seluruh Bandung kala itu.
Berikut ini kutipan koran Ons Noorden, 7 Maret 1922:
Peresmian patung Pastor Verbraak di Bandung pada hari Jumat, 27 Januari, merupakan upacara yang luar biasa. Berikut ini kami kutip kisah meriah dari surat kabar "Preangerbode".
Taman Maluku disulap menjadi tempat berkumpul yang ramai, dan hampir seluruhnya seragam. Semua jajaran tentara kita terwakili: dari jenderal tertinggi hingga prajurit termuda.
Monumen itu dibalut bendera tiga warna; sungguh indah memilih bendera tersebut untuk menutupi patung Verbraak.
Mereka yang ingin mengamatinya dari dekat berkumpul di area terpencil di sekitar monumen; banyak pihak yang berkepentingan, termasuk banyak prajurit, berkumpul di sekitarnya. Sungguh meriah. Tepat pukul delapan, Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal G. K. Dijkstra, datang dari rumahnya di seberang jalan, ditemani istrinya.
Band memainkan birama pertama dari lagu "Wilhelmus" yang telah lama ada.
Sang jenderal berbicara sebagai berikut:
Hadirin yang terhormat. Tak lama setelah wafatnya Pendeta Verbraak, atas permintaan panglima tentara saat itu, sebuah panitia dibentuk untuk menghormati mendiang mantan ahnoezenier kita.
Diusulkan agar sebuah monumen didirikan, dan setelah pertimbangan panjang, diputuskan untuk menempatkannya di salah satu taman di Bandung. Untuk tujuan ini, dewan kota dengan murah hati menawarkan lokasi di Taman Maluku.
Setelah sang jenderal mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembangunan monumen tersebut, memberikan penghormatan kepada pematung, Meinf Trouw Rueb, yang atas kerja samanya yang sangat artistik dan tanpa pamrih, monumen ini berdiri, dan menyampaikan rasa terima kasih kepada direktur pekerjaan umum dan Letnan Platte dari Royal Engineers atas bantuan mereka dalam pemasangannya, sang jenderal melangkah maju dan meresmikan monumen yang megah namun sederhana itu dengan sebuah lonceng tangan tunggal.
Kemudian beliau meletakkan karangan bunga penghormatan di kaki patung tersebut sementara Ny. Dijkstra menaburkan bunga mawar. Semua prajurit memberikan hormat militer.
Berikut beberapa detail tentang tugu peringatan tersebut: Patung perunggu tersebut menggambarkan secara detail sosok pendeta yang sangat dihormati di militer, yang menjalankan tugas kemanusiaannya di Aceh selama 33 tahun. Kemiripannya sangat mencolok. Siapa pun yang mengenal pria terhormat tersebut langsung berkata: "Ya, itu Pastor Verbraak!"
Monumen ini, dengan alas granit Bavaria setinggi 5 meter, dibuat oleh pematung G. J. W. Rueb di Den Haag dan memiliki karakter kesederhanaan yang keras, sesuai dengan karakter pendeta yang digambarkannya. Berikut ini terpahat pada alasnya:
Pastor H. C. Verbraak
1835-1918
Almoner 1874-1881
Aceh 1874-1907

Penutup
Kini Taman Maluku masih tetap ada di Kota Bandung, tapi kisah masa lalunya menunjukkan bahwa tempat ini pernah menjadi pusat upacara militer yang penuh wibawa dan simbolisme.
Patung Pastor Verbraak bukan sekadar monumen, tetapi jejak konkret sejarah Bandung yang jarang disentuh masyarakat hari ini. Bandung Baheula selalu menyimpan lapisan cerita-dan Taman Maluku adalah salah satu panggung besarnya.
Kalau pepohonan di sana bisa bicara, mungkin mereka akan bilang: "Di sini, pernah berdiri upacara yang lebih megah dari film kolosal mana pun."
