Jakarta (ANTARA) -
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengingatkan bahaya berswafoto dengan KTP elektronik.
Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya di Jakarta Senin, mengatakan fenomena bisnis digital melalui non-fungible token (NFT) di berbagai laman daring akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan.
Hal ini kian marak setelah foto selfie (swafoto) seorang WNI yang bernama Ghozali laku terjual dengan angka yang sangat besar melalui media OpenSea. Harga yang fantastis untuk karya digital tersebut diklaim sebagai bentuk apresiasi terhadap seni.
"Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP elektronik di sampingnya untuk verivali tersebut sangat rentan adanya tindakan fraud/penipuan/kejahatan oleh ‘pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab," katanya.
Hal itu menurutnya karena data kependudukan “dapat” dijual kembali di pasar "underground" atau “digunakan” dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online.
Zudan mengingatkan hal penting tersebut perlu disikapi dalam era ekonomi baru yang serba digital tersebut. Salah satunya fenomena orang menjual foto dokumen kependudukan, seperti KTP elektronik, kartu keluarga, dan akta kelahiran.
Bahkan, kata dia ada pula yang berswafoto sambil memperlihatkan dokumen kependudukan seperti KTP elektronik. Dalam foto itu, menurutnya data diri pun dapat dilihat dan dibaca dengan jelas.
Namun, kata dia data tersebut berbahaya jika jatuh ke tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab karena bisa saja dipergunakan untuk transaksi ekonomi yang dapat merugikan si pemilik data.
Ketidakpahaman penduduk tentang pentingnya perlindungan data diri dan pribadi menjadi isu krusial yang harus disikapi bersama-sama oleh semua pihak.
"Oleh karena itu, edukasi kepada seluruh masyarakat oleh kita semua untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apa pun sangat perlu dilakukan," ucap Zudan.
Berkaitan dengan kegiatan ekonomi online, Zudan mengimbau masyarakat agar lebih selektif dalam memilih pihak-pihak yang dapat dipercaya, terverifikasi dan memberikan jaminan kepastian kerahasiaan data diri, atau pribadi.
Kemudian, Zudan mengingatkan sanksi terhadap pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan dengan melanggar aturan juga tidak main-main.
Pihak-pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan, termasuk dirinya sendiri yang memiliki dokumen kependudukan, seperti foto KTP elektronik di media online tanpa hak, maka terdapat ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
"Hal ini diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96A Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan (atas) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan," ujar Zudan.