Bandung (ANTARA) - (Sebuah Kajian Reflektif Implementasi Kurikulum 2013)
Oleh Prof. Dr. Ayi Suherman, M.Pd.*)
Penggunaan kata transformasi dalam kurikulum ini, dimaksudkan agar perubahan dan pengembangan kurikulum membawa makna pada perubahan, perbaikan dan upaya pengembangan yang dilakukan untuk setiap komponen berdasarkan implikasi dari setiap landasan dan harus dilakukan berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum, yakni prinsip kontinuitas, fleksibilitas, komprehensif, efektif, dan efisien. Transformasi kurikulum yang efektif meniscayakan para pemikir yang ahli dan faham masa depan juga berani mengambil perubahan secara bertahap. Skilbeck (1990) merekomendasikan ada empat sumber perubahan kurikulum yaitu perubahan dalam masayarakat efek tidak langsung, perubahan masyarakat efek langsung, perubahan dalam pendidikan efek tidak langsung, dan perubahan dalam Pendidikan efek langsung.
Mentranformasi kurikulum berarti berupaya merubah struktur dengan cara menambah, mengurangi, malahan menata kembali unsur-unsurnya (Nasional, 2008). Transformasi perlu dilakukan agar kurikulum ini tidak hanya dipandang sebagai rencana saja akan tetapi dalam pelaksanaannya juga harus diupayakan agar sesuai dengan kurikulum yang tertulis sehingga beberapa hal yang belum terlaksana dapat diperbaiki. Kurikulum merupakan rencana atau program pengalaman belajar bagi sekelompok anak didik tertentu (Miller & Seller, 1985; Zais, 1976). Kurikulum harus adaftif dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat sehingga output Pendidikan memiliki kemampuan yang relevan dengan kebutuhan pengguna lapangan.Transformasi kurikulum menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sedang mencari jatidiri format kurikulum yang tepat guna dan berhasil guna.
Terdapat empat fase proses perubahan kurikulum yang harus dipertimbangkan diantaranya initiation (kebutuhan), adoption (menerima), implementation (praktek) dan institusionalisasi (membangun jaringan) (Print, 1993). Begitu pula transformasi pada pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) mulai tujuan, materi, metode dan evaluasi memerlukan perbaikan apalagi menghadapi segala bentuk perubahan yang serba cepat di era 5.0 seperti sekarang ini.
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sejatinya merupakan bagian atau aset pendidikan nasional yang memiliki tanggung jawab yang sama dengan mata pelajaran lainnya dalam menghadapi segala jenis perubahan di abad 21 sekarang ini. Dalam kurikulum nasional tujuan pendidikan jasmani adalah mempromosikan kebugaran umum dari pada melatih kejuaraan olimpiade atau untuk memperbaiki kesulitan motorik atau kecacatan (McKinlay, 1993; Xiang et al., 2003). Kebugaran menjadi penting, sebab jika siswa menjadi sehat dan bugar sesuai dengan perkembangan secara keseluruhan (kognitif, psikomotor, afektif), maka dapat meraih kesuksesan sesuai dengan keinginan mereka di abad 21(Mustafa & Dwiyogo, 2020).
Berdasarkan riset yang telah dilakukan, terdapat sedikitnya 5 hal yang menjadi target transformasi kurikulum PJOK SD, yakni: (1) Kompetensi Guru PJOK SD, (2) Manajemen Kurikulum PJOK SD, (3) Supervisi Calon Guru PJOK, (4) Metode Pembelajaran PJOK SD dan (5) Sasaran belajar PJOK siswa SD.
1. Kompetensi Guru PJOK SD
Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan, dilandasi oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Irfan et al., 2020; Yustitia & Wardani, 2017). Dalam UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, ditegaskan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Jadi, guru dapat dikatakan profesional bilamana memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengelola, hingga mengevaluasi pembelajaran (Indonesia, 2005).
Transformasi kurikulum PJOK tidak bisa lepas kinerja profesional guru, sebab sebuah kurikulum tidak akan bisa diimplementasikan dengan baik tanpa keterlibatan guru sebagai pengembang kurikulum (Alsubaie, 2016). Bagaimana guru dapat mengimplementasikan proses pembelajaran dengan efektif jika tidak dibarengi dengan pengembangan rencana pembelajaran yang sesuai dengan tuntunan kurikulum. Pemahaman guru terhadap kurikulum menjadi syarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi jika guru tersebut hendak melaksanakan pembelajaran(Shawer, 2017).