Bandung (ANTARA) - (Sebuah Kajian Reflektif Implementasi Kurikulum 2013)
Oleh Prof. Dr. Ayi Suherman, M.Pd.*)
Penggunaan kata transformasi dalam kurikulum ini, dimaksudkan agar perubahan dan pengembangan kurikulum membawa makna pada perubahan, perbaikan dan upaya pengembangan yang dilakukan untuk setiap komponen berdasarkan implikasi dari setiap landasan dan harus dilakukan berdasarkan prinsip pengembangan kurikulum, yakni prinsip kontinuitas, fleksibilitas, komprehensif, efektif, dan efisien. Transformasi kurikulum yang efektif meniscayakan para pemikir yang ahli dan faham masa depan juga berani mengambil perubahan secara bertahap. Skilbeck (1990) merekomendasikan ada empat sumber perubahan kurikulum yaitu perubahan dalam masayarakat efek tidak langsung, perubahan masyarakat efek langsung, perubahan dalam pendidikan efek tidak langsung, dan perubahan dalam Pendidikan efek langsung.
Mentranformasi kurikulum berarti berupaya merubah struktur dengan cara menambah, mengurangi, malahan menata kembali unsur-unsurnya (Nasional, 2008). Transformasi perlu dilakukan agar kurikulum ini tidak hanya dipandang sebagai rencana saja akan tetapi dalam pelaksanaannya juga harus diupayakan agar sesuai dengan kurikulum yang tertulis sehingga beberapa hal yang belum terlaksana dapat diperbaiki. Kurikulum merupakan rencana atau program pengalaman belajar bagi sekelompok anak didik tertentu (Miller & Seller, 1985; Zais, 1976). Kurikulum harus adaftif dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat sehingga output Pendidikan memiliki kemampuan yang relevan dengan kebutuhan pengguna lapangan.Transformasi kurikulum menjadi hal yang lumrah terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang sedang mencari jatidiri format kurikulum yang tepat guna dan berhasil guna.
Terdapat empat fase proses perubahan kurikulum yang harus dipertimbangkan diantaranya initiation (kebutuhan), adoption (menerima), implementation (praktek) dan institusionalisasi (membangun jaringan) (Print, 1993). Begitu pula transformasi pada pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK) mulai tujuan, materi, metode dan evaluasi memerlukan perbaikan apalagi menghadapi segala bentuk perubahan yang serba cepat di era 5.0 seperti sekarang ini.
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan sejatinya merupakan bagian atau aset pendidikan nasional yang memiliki tanggung jawab yang sama dengan mata pelajaran lainnya dalam menghadapi segala jenis perubahan di abad 21 sekarang ini. Dalam kurikulum nasional tujuan pendidikan jasmani adalah mempromosikan kebugaran umum dari pada melatih kejuaraan olimpiade atau untuk memperbaiki kesulitan motorik atau kecacatan (McKinlay, 1993; Xiang et al., 2003). Kebugaran menjadi penting, sebab jika siswa menjadi sehat dan bugar sesuai dengan perkembangan secara keseluruhan (kognitif, psikomotor, afektif), maka dapat meraih kesuksesan sesuai dengan keinginan mereka di abad 21(Mustafa & Dwiyogo, 2020).
Berdasarkan riset yang telah dilakukan, terdapat sedikitnya 5 hal yang menjadi target transformasi kurikulum PJOK SD, yakni: (1) Kompetensi Guru PJOK SD, (2) Manajemen Kurikulum PJOK SD, (3) Supervisi Calon Guru PJOK, (4) Metode Pembelajaran PJOK SD dan (5) Sasaran belajar PJOK siswa SD.
1. Kompetensi Guru PJOK SD
Berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan, dilandasi oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Irfan et al., 2020; Yustitia & Wardani, 2017). Dalam UU Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, ditegaskan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Jadi, guru dapat dikatakan profesional bilamana memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengelola, hingga mengevaluasi pembelajaran (Indonesia, 2005).
Transformasi kurikulum PJOK tidak bisa lepas kinerja profesional guru, sebab sebuah kurikulum tidak akan bisa diimplementasikan dengan baik tanpa keterlibatan guru sebagai pengembang kurikulum (Alsubaie, 2016). Bagaimana guru dapat mengimplementasikan proses pembelajaran dengan efektif jika tidak dibarengi dengan pengembangan rencana pembelajaran yang sesuai dengan tuntunan kurikulum. Pemahaman guru terhadap kurikulum menjadi syarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi jika guru tersebut hendak melaksanakan pembelajaran(Shawer, 2017).
Dalam mengimplementasikan kurikulum, persoalan kemampuan guru PJOK sangat beragam, ini disebabkan karena pemahaman, pengetahuan, sikap dan keterampilan guru sangat heterogen pula. Pemahaman guru PJOK terhadap pembaharuan kurikulum dipengaruhi beberapa faktor, antara lain kualifikasi dan latar belakang pendidikan, pengalaman inservice training dan pola pembinaan dan pengawasan guru di sekolah turut serta berpengaruh (Fraser-Thomas & Beaudoin, 2002; Ha et al., 2008). Kritik tajam masyarakat terhadap kualitas guru antara lain disebabkan kemampuan guru yang kurang memadai dalam menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di bidang Pendidikan (Natawijaya, 1992).
Minimnya mutu dan jumlah guru PJOK di sekolah dasar pada gilirannya akan melahirkan ketidak mampuan mereka dalam melaksanakan tugasnya secara professional. Mereka belum berhasil melakukan tugasnya untuk mendidik dan membimbingnya secara sistemik melalui program pendidikan jasmani yang semestinya dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan anak didik secara totalitas dan seimbang antara unsur fisik, mental maupun intelektual.
2. Manajemen Kurikulum PJOK SD
Pengelolaan yang berkaitan dengan implementasi kurikulum tetap menjadi hal yang harus diperhatikan seperti perencanaan pembelajaran, proses pelaksanaan pembelajaran dan kegiatan monitoring serta evaluasi tetap menjadi perioritas utama dalam mentransformasi kurikulum 2013.
Rencana pembelajaran baik silabus maupun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP) yang dikembangkan oleh guru mengarah pada standar isi baik kompetensi inti, kompetensi dasar maupun kompetensi lulusan. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru harus sesuai dengan sistematika alur pembelajaran praktek PJOK yaitu ada pemanasan, inti dan penutup. Adapun prosedur langkah-langkah pembelajaran PJOK harus dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap kognisi, tahap fiksasi dan tahap otomatisasi (Schmidt, 1988). Penggunaan media pembelajaran merupakan keniscayaan yang harus dihadapi dalam pembelajaran praktek PJOK dan ini berfungsi untuk memfasilitasi proses belajar yang meaningfull, efektif dan efesien.
Kegiatan monitoring dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru PJOK dimaksudkan untuk mengukur pencapaian kompetensi penguasaan materi pembelajaran berdasarkan indikator-indikator pembelajaran yang digunakan sebagai umpan balik bagi penyempurnaan rancangan pembelajaran, pelaksanaan belajar dan penilaian pembelajaran. (Joyce & Weil, 1980) mengemukakan tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran, yaitu: Pertama, proses pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk struktur kognitif siswa. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari yaitu fisik, sosial dan logika. Ketiga, proses pembelajaran harus melibatkan peran lingkungan sosial anak berinteraksi, berkomunikasi, berbagi pengalaman sehingga memungkinkan mereka berkembang secara wajar.
Pengelolaan Pendidikan jasmani harus meliputi aspek iklim belajar, tugas ajar dan perilaku siswa (Tinning, 1987). Iklim belajar menyangkut suasana yang dibangkitkan oleh interaksi guru dan siswa yang ditandai oleh penampilan perilaku tegas dan jelas serta hangat dalam memberikan bantuan pada siswa. Pengelolaan tugas ajar berkaitan dengan pemilihan materi dan penyajiannya. Materi yang rumit dapat disederhanakan sehingga memudahkan tugas ajar yang dilakukannya. Melalui bimbingan yang intensif lambat laun perilaku siswa menjadi aktif dan mandiri.
Kurikulum PJOK bercirikan bahwa muatan pendikan jasmani tidak hanya ditekankan pada salah satu aspek penguasaan keterampilan motorik saja melainkan juga pada pengembangan nilai-nilai kepribadian peserta didik. Usahakan adanya keseimbangan bersifat integrative kolaboratif. Menggunakan beberapa pendekatan yang bervariatif seperti pendekatan Pendidikan gerak, pendekatan kesegaran jasmani, pendekatan Pendidikan olahraga dan pendekatan Pendidikan rekreasi. Kurikulum PJOK harus memberikan peluang yang menekankan keseimbangan kepada anak didik untuk bereksplorasi sesuai minat bakat dan kebutuhannya, seimbang antara fisical dan mental, verbal skill dan nonverbal skill, intelegensi dan emosi. Pendek kata kurikulum PJOK yang seimbang mampu menumbuhkembangkan pribadi anak seutuhnya.
3. Supervisi Calon Pendidik PJOK SD
Dalam kurikulum PGSD penjas terdapat Mata Kuliah Program Lapangan Satuan Pendidikan (PLSP). Melalui program tersebut dapat memfasilitasi calon guru untuk terlibat langsung dalam pembelajaran PJOK SD dan merupakan proses pembekalan agar calon guru memiliki kompetensi sebagaimana yang disyaratkan oleh UU Guru dan Dosen no 14 tahun 2005 Pasal 8 ayat 1, yakni kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Indonesia, 2005).
Pengembangan model PLSP PGSD Penjas menghasilkan serangkaian kegiatan yang akan membina calon guru untuk menguasai aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan guru PJOK SD. Kesuksesan calon guru PJOK yang bermuara pada eksitensi PLSP tergantung pada sejauh mana koordinasi tugas dan kewenangan antara LPTK dengan Dinas Pendidikan yang berwenang di lokasi program PLSP berlangsung. Calon guru PJOK SD, dibawah supervisi Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan guru pamong, harus menempuh seluruh tahapan kegiatan PLSP, diantaranya: kegiatan orientasi, observasi, pembelajaran terbimbing, pembelajaran mandiri dan ujian.
Dari penjabaran model yang digunakan pada Mata Kuliah PLSP PGSD Penjas tersebut, dapat ketahui beberapa hal. Pertama, bahwasannya kelima tahapan model PLSP PGSD Penjas tersebut harus dilaksanakan secara sistematis dikarenakan setiap tahapan akan memberikan dampak pada tahapan berikutnya. Kedua, peran guru pamong sangat strategis dalam meningkatkan kompetensi pedagogi calon guru PJOK SD. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi model tersebut akan meningkatkan kemampuan calon guru, pada aspek penyajian dan pengelolaan inti pembelajaran (25%), aspek pra-pembelajaran (24.72%), aspek penilaian proses dan hasil belajar (24.16%), aspek mendemontrasikan keterampilan khusus (23.33%), dan aspek membuka pembelajaran (22,50%)(Suherman, 2014).
Namun, pada kenyataanya di lapangan, seringkali kedua hal tersebut tidak diimplementasikan sebagaimana mestinnya. Berdasarkan hasil pengamatan sejak tahun 2019, beberapa kasus yang terjadi antara lain, pertama, sering sekali terjadi pelaksanaan tahapan model tersebut tidak dilakukan secara sistematis. Contohnya, setelah orientasi, calon guru langsung melaksanakan kegiatan pembelajaran mandiri tanpa ada supervisi baik dari guru pamong maupun DPL. Kedua, kurangnya keterbaharuan metode pembelajaran yang didemonstrasikan oleh guru pamong. Rata-rata guru pamong masih menggunakan pendekatan komando yang disebabkan masih tingginya paradigma lama bahwasannya PJOK adalah pendidikan untuk meningkatkan kemampuan fisik saja.
Mengingat program PLSP PGSD Penjas ini memiliki posisi sentral sebagai tolok ukur untuk menentukan tingkat kompetensi, harus segera dilakukan transformasi supervisi calon guru SD. Akar dari permasalahan ketidaksesuaian model dengan implementasi adalah kurangnya koordinasi antar supervisor saat implementasi model dan kurangnya peran Dosen Pembibing Lapangan (DPL) di setiap tahapan model. Perlu dilakukan peninjauan ulang tupoksi DPL, dimana peran DPL tidak lagi hanya terlihat saat tahap orientasi dan ujian, melainkan harus terlibat pada substansi kompetensi dari program PLSP PGSD Penjas, yakni tahap kegiatan pembelajaran terbimbing.
4. Metode Pembelajaran PJOK SD
Komponen kurikulum terdiri dari tujuan, isi, metode, dan evaluasi. Pengembangan untuk setiap komponen harus berlandaskan pada landasan pengembangan kurikulum. Perubahan tujuan kurikulum, perkembangan isi kurikulum, harus diiringi dengan pengembangan dari komponen metode. Pengembangan pada komponen metode harus berlandasakan pada landasan pengembangan psikologis dan teknologis. Perbedaan psikologis antar generasi (generation gap) mengharuskan pendidik menguasai variasi metode pembelajaran dan pemanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan implementasi metode tersebut.
Menurut Gagne (2005) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa eksternal yang diatur dan dirancang secara sengaja untuk mendukung proses belajar internal. Mengacu pada pendapat tersebut, kegiatan pembelajaran perlu mempertimbangkan sejumlah tahapan belajar yang harus dilewati agar mencapai tujuan pembelajaran. Tahapan secara umum pembagian pembelajaran yakni: a) Menarik perhatian siswa melalui rangsangan kegiatan tertentu; b) menginformasi tujuan-tujuan pembelajaran; c) meningkatkan kembali materi-materi yang sudah dipelajari; d) menyajikan materi secara jelas; e) memberi panduan belajar; f) meminta diperlihatkan kinerja; g) menyediakan umpan balik tentang ketepatan kinerja; h) menilai kinerja belajar; i) dan meningkatkan retensi dan trasfer.
Metode pembelajaran merupakan sebuah cara yang berbeda untuk mencapai kondisi yang berbeda pula. Kondisi pembelajaran merupakan faktor yang mempengaruhi efek dari metode untuk mencapai hasil pembelajaran. Kondisi dari pembelajaran merupakan variabel yang berinteraksi dengan metode untuk mempengaruhi efektivitas relatif dan tidak bisa dimanipulasi dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini melalui kontrol para guru dan pengembang pembelajaran. Hasil dari pembelajaran adalah berbagai macam efek yang menjadi suatu ukuran terhadap nilai atau manfaat dari metode-metode alternatif. Hasil dari pembelajaran akan memiliki kondisi yang berbeda-beda yang bisa sesuatu yang aktual atau yang diharapkan.
Kurikulum 2013 yang memiliki ciri khas harus adanya nilai karakter yang diintegrasikan di setiap mata pelajaran, salah satunya adalah PJOK. Maka dari itu, guru PJOK SD harus mampu untuk mengupayakan perkembangan karakter siswa melalui proses pembelajaran. Agar guru pendidikan PJOK berbasis pengembangan karakter, maka beberapa tahapan berikut dapat menjadi rujukan dalam mengembangkan karakter diantaranya : spiritual, perencanaan, pengorganisasian, refleksi dan repitisi, kebersamaan, internalisasi, praktik nilai dan evaluasi.
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, untuk meningkatkan kemampuan guru PJOK SD dalam pengembangan karakter siswa, perlu dilakukan transformasi metode pembelajaran PJOK. Hal ini meniscayakan adanya penambahan variasi metode pembelajaran, yang semula didominasi oleh metode yang berlandaskan pada teori belajar behaviorisme, menjadi teori belajar konstruktivisme, yang menitikberatkan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa. Sejalan dengan pandangan kontruktivist yang mengharuskan guru untuk berupaya memenuhi terlebih dahulu kebutuhan holistik dari siswanya, implementasi metode pembelajaran yang berorientasi pada siswa harus sesuai dengan pola managemen kelas yang dilakukan guru. Guru PJOK perlu meningkatkan keterlibatan dan empati terhadap siswa agar mendapat kepercayaan dari mereka.
Desain pembelajaran harus banyak memberikan relaksasi kepada siswa saat melakukan aktivitas. Hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Model pembelajaran PAKEM merupakan hasil pengembangan dari metode pembelajaran Pendidikan jasmani yang dikemukakan Mosston & Ashworth (1986). PAKEM ini memiliki dua bagian, yaitu desain model dan implementasi model. Desain model lebih menekankan pada perancangan terhadap berbagai aspek dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani, sedangkan implementasi model lebih menekankan pada realisasi berbagai aspek dan langkah-langkah pembelajaran yang telah dirancang dalam desainnya(Wahab, 2019; Zulminiati, 2015). Langkah-langkah implementasi model pembelajaran PAKEM berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama sebagai tahap penyajian materi merupakan tahap esensial bagi keberhasilan siswa dalam memperoleh materi baru. Kedua merupakan gabungan dari tahap orientasi, pelacakan, konfrontasi, inkuiri, akomodasi dan tahap transfer. Ketiga sebagai tahap aplikasi sistemik yaitu siswa melakukan kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Keempat disebut sebagai tahap demonstrasi eksplorasi kembali terhadap materi yang sedang dibahas dengan menggunakan cara geraknya sendiri. Kelima disebut dengan tahap umpan balik terhadap materi yang sedang dibahas.
5. Sasaran Pembelajaran PJOK SD
Sasaran pembelajaran Pendidikan jasmani olahraga dan Kesehatan berfokus untuk membantu siswa dalam melakukan gerak secara efesien, meningkatkan kualitas penampilan, dan memelihara derajat kesehatan. Krool yang dikutip Lutan (1991) menyatakan, “Physical education is education through, and not of the physical”, jadi Pendidikan jasmani merupakan Pendidikan menyeluruh bukan hanya fisik semata. Pendidikan jasmani dipercaya sebagai suatu aktivitas yang memiliki manfaat dalam pengembangan sifat-sifat manusia yang unggul seperti teguh pendirian, daya juang, sportivitas yang handal, kejujuran dan kemampuan bekerjasama Pangrazi & Beighle (2019). Ini merupakan keunggulan nilai lebih yang melekat pada Pendidikan jasmani disamping atribut lain dalam mengembangkan aspek psikomotor dan kognitif anak didik. Keyakinan terhadap nilai lebih menjadikan alasan mengapa Pendidikan jasmani merupakan pelajaran wajib di Sekolah Dasar malahan Tingkat Sekolah Menengah sampai Perguruan Tinggi yang mewajibkan mahasiswa untuk menempuhnya.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa sasaran pembelajaran PJOK tidak hanya bersifat fisik semata dan mengabaikan pada sasaran non fisik, walau ssecara jujur penulis akui PJOK objeknya formalnya adalah gerak fisik insani, namun tidak berarti dengan objek formalnya yang demikian menyebabkan hilangnya subtansi lain seperti aspek kognitif, afektif, dan social. Di tingkat Sekolah Dasar sebaiknya materi tidak dikemas dalam bentuk kecabangan olahraga akan tetapi berdasar unit aktivitas tertentu. Guru perlu diberikan keleluasaan untuk mengembangkan pola pengajarannya, apalagi kondisi sekolah dasar sangat beragam baik fasilitas, sarana prasarana maupun insfrastruktur lainnya (Ali Maksum, dkk, 1998; Mutohir, 1996). Dalam mencapai sasaran pembelajaran PJOK yang efektif siswa diajak untuk terlibat aktif dalam proses pembuatan keputusan dalam kelas dan belajar berdiskusi, memecahkan masalah dan mengkontruksi pengetahuannya sehingga guru PJOK bertindak sebagai fasilitator belajar.
Ukuran keberhasilan proses pembelajaran Pendidikan dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya rumusan tujuan pembelajaran yang mengandung harapan perubahan perilaku yang diharapkan. Tujuan ini merupakan titik awal dari keseluruhan proses pembelajaran. Kedua materi atau subtansi pembelajaran yang biasanya berisikan tugas-tugas gerak dan aktivitas jasmani yang akan dilaksanakan siswa untuk memperoleh pengalaman gerak yang memungkinkan terjadi perubahan perilaku gerak. Ketiga, ada strategi, pendekatan dan metode untuk mensiasati agar terjadi mengalami proses perubahan perilaku tadi. Keempat, adanya evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan yang terjadi pada siswa. Perubahan perilaku harus berproses yang diharapkan bukan sekedar perubahan perilaku motorik saja namun penguasaan pengetahuan, penalaran, serta sikap mentalnya. Para siswa harus mengalami dan melaksanakan sendiri aktivitas gerak itu agar memiliki pengalaman dalam memperoleh kesempatan untuk berfikir dalam membuat sebuah keputusan. Melalui pengalaman dalam suasana belajar yang melibatkan hubungan sosial antar siswa dengan siswa dan gurunya turut berkembang pula sifat-sifat kepribadiannya. Diungkapkan oleh Lutan (2001) dalam Pendidikan jasmani berlangsung pengalaman, bukan saja pengetahuan, keterampilan tetapi juga sikap mentalnya akan terus berkembang sepanjang melaksanakan tugas-tugas dan aktivitas jasmani yang semakin banyak dilakukannya.
Penutup
Fokus transformasi kurikulum penekananya pada implementasi kurikulum PJOK melalui beberapa subtansi yang harus mendapatkan perhatian mulai memperbaharui kompetensi guru PJOK, penataan manajemen pembelajaran PJOK, merevitalisasi model pembelajaran PJOK, suvervisi pembelajaran PJOK dan pembaharuan kedudukan dan sasaran pembelajaran PJOK yang keseluruhannya bermuara di sekolah dasar. Prinsip tranformasi implementasi kurikulum berfokus pada pembelajaran PJOK yang berorientasi pada menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung terlaksana siswa belajar secara leluasa. Pembelajaran PJOK harus ditempatkan secara proporsional dalam struktur kurikulum dan diimplementasikan oleh guru yang memiliki kompetensi yang unggul dan professional sehingga mendapatkan keseimbangan antara kebutuhan fisikal, mental dan emosional. Peningkatan kualitas calon guru PJOK melalui pembenahan Program Lapangan Satuan Pendidikan (PLSP) yang terencana dan terstruktur dapat mempersiapkan calon pendidik yang memiliki kompetensi yang handal sesuai dengan kebutuhan masyarakat mendatang era teknologi, informasi dan globalisasi. Kurikulum PJOK harus ditempatkan secara proporsional dalam struktur kurikulum sehingga menjadi kurikulum yang seimbang yang dibarengi dengan efektif pelaksaannya melalui implementasi model pembelajaran yang memberi peluang kepada peserta didik untuk berekplorasi untuk mendapatkan pengalaman gerak yang seluas-luasnya. Hal ini harus dikelola dengan baik sesuai tahapan pembelajaran yang meaningful mulai perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi pembelajaran agar sasaran pembelajaran terjadinya keseimbangan antar domain kognitif, afektif dan psikomotor sebagai sasaran belajar dapat dicapai dengan efektif.
*) Guru Besar UPI Program Studi PGSD Pendidikan Jasmani
(Artikel diambil dari pidato saat pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, 24 November 2021 di Gedung Achmad Sanusi UPI Bandung)
Artikel - Transformasi Kurikulum pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di Sekolah Dasar
Jumat, 26 November 2021 9:39 WIB