Indramayu (ANTARA) - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu, Jawa Barat, memberikan pendampingan terhadap seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) berinisial L (28) asal daerah tersebut yang dipulangkan dari Singapura tanpa menerima gaji penuh setelah sembilan tahun bekerja.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SBMI Indramayu Jaenuri dalam keterangannya di Indramayu, Kamis, mengatakan pekerja migran itu kini mengalami depresi, sehingga membutuhkan perhatian serius dari pihak keluarga maupun lembaga terkait.
Pihaknya menerima laporan terkait kasus ini pada 15 Agustus 2025, kemudian menyiapkan langkah pendampingan, termasuk proses pengaduan resmi ke instansi terkait.
“Kami telah berkoordinasi dengan jaringan di Singapura untuk melaporkan majikan dan agensi ke Ministry of Manpower (MOM). Selanjutnya kami akan mengajukan pengaduan ke BP2MI maupun KBRI,” katanya.
Jaenuri menyebutkan korban diberangkatkan ke Singapura pada 2016, melalui perusahaan yang berada di Jakarta Barat.
Saat mendaftar, kata dia, usia korban pada saat itu masih 19 tahun, namun pihak perekrut diduga menambah usia lima tahun agar memenuhi syarat keberangkatan.
Ia menuturkan setibanya di Singapura, L ditempatkan pada satu keluarga sebagai pekerja rumah tangga.
Selama bekerja, lanjut dia, korban menandatangani kwitansi penerimaan gaji, tetapi uang tersebut tidak pernah diberikan secara langsung.
Ia menyampaikan pada Maret 2025, pihak keluarga menanyakan gaji yang seharusnya diterima, tetapi majikan korban hanya menyerahkan 1.000 dolar Singapura atau sekitar Rp12 juta.
“Pada Juli 2025 ketika L dibawa ke rumah sakit jiwa dalam kondisi tidak sadarkan diri, kemudian dirawat sekitar satu bulan sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia,” ujarnya.
Dari informasi yang diterima, menurut dia, kondisi korban saat itu masih mengalami depresi ringan akibat tekanan fisik dan psikis yang dialami.
SBMI Indramayu berharap pemerintah melalui instansi terkait, segera menindaklanjuti laporan tersebut agar hak-hak PMI bersangkutan dapat dipulihkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi. Ratusan buruh migran asal Indramayu kerap menghadapi praktik serupa,” ucap dia.
