Tak hanya di jalur darat, fenomena mudik juga terlihat di Pelabuhan Karangsong, Indramayu, dengan kapal-kapal besar yang kembali dari perairan Papua, Kalimantan, dan Sulawesi
Ratusan kapal nelayan dengan bobot di atas 50 Gross Tonnage (GT) mulai bersandar di pelabuhan, menyebabkan kepadatan hingga ke muara sungai.
Sekitar 300 dari 400 kapal besar telah kembali, serta diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah.
Fenomena ini menandakan bahwa tradisi pulang kampung juga mengakar kuat di kalangan nelayan, yang meninggalkan lautan demi berkumpul dengan keluarga saat Lebaran.
Kepala UPP Syahbandar Indramayu Capt Ujang Sunardi menjelaskan kepulangan para nelayan ini merupakan tradisi tahunan di daerah tersebut.
Selain itu, momen ini juga bertepatan dengan persiapan acara nadran, yakni pesta laut yang akan digelar setelah Lebaran.
Kepadatan kapal diperkirakan akan terus meningkat menjelang Lebaran. Untuk mengantisipasi gangguan lalu lintas kapal, pihak terkait telah memindahkan kapal patroli ke muara guna menjaga akses tetap terbuka.
Mudik unik di Jalur Pantura Cirebon
Mudik menggunakan kendaraan pribadi sudah menjadi hal lumrah, tetapi bagi Akbar, pemudik asal Jakarta, perjalanan ke kampung halamannya di Tegal justru lebih nyaman menggunakan bajaj.
Ia bersama istrinya dan seorang sopir menempuh perjalanan puluhan kilometer, melintasi Jalur Pantura dari arah Jakarta menuju Cirebon, dengan kendaraan roda tiga tersebut.
Menurut dia, meskipun bajaj memiliki ruang yang sempit, kendaraan ini tetap nyaman untuk perjalanan jauh.
Sejak dulu, ia selalu menggunakan bajaj miliknya sendiri daripada harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk naik transportasi umum.
Ia bahkan bisa beristirahat selama perjalanan. Baginya, mudik dengan bajaj menjadi pilihan guna menghemat biaya walaupun kendaraan tersebut sangat tidak direkomendasikan untuk mudik.
Pemudik lain, Toni, juga memilih bajaj untuk perjalanan mudiknya ke Brebes.
Ia mengaku kecepatan maksimal kendaraannya sekitar 60 km per jam, dan dia selalu memastikan kondisi bajaj tetap prima dengan berhenti beristirahat beberapa kali.
“Semangat pulang kampung tak mengenal batas, bahkan dengan kendaraan yang jarang digunakan untuk perjalanan jauh seperti bajaj,” katanya.
Mudik tahun ini juga menjadi pengalaman berbeda bagi Syarifuddin, yang pertama kali menggunakan sepeda motor listrik untuk perjalanan dari Indramayu ke Tulungagung.
Baginya, motor listrik bukan hanya alat transportasi, melainkan hasil dari kerja kerasnya selama ini.
Tantangan terbesar bagi pemudik motor listrik adalah ketersediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Namun, dia merasa tenang karena kini banyak titik pengisian daya tersedia, terutama di kantor unit PLN dan beberapa fasilitas umum lainnya.
Dengan kapasitas baterai penuh, motornya mampu menempuh jarak 120 kilometer, dan ia telah merencanakan titik pemberhentian untuk mengisi daya di sepanjang perjalanan.
Selain lebih hemat, dia merasa bangga karena ikut berkontribusi dalam mengurangi emisi gas buang.
Dengan biaya listrik sekitar Rp1.500 per kWh, ia menghemat lebih banyak dibandingkan menggunakan motor berbahan bakar minyak.
Ia berharap ke depannya semakin banyak pemudik yang beralih ke kendaraan listrik demi perjalanan yang lebih nyaman dan ramah lingkungan.
Keselamatan