Pasteur, Jawa Barat (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa saat ini pihaknya sedang fokus untuk mencegah kelahiran anak stunting baru, usai angka prevalensi wilayahnya mengalami kenaikan.
“Sebelumnya kita itu terlalu fokus pada penanganan anak stuntingnya. Anak stunting tetap kita tangani tapi kini, kita berfokus mencegah lahirnya anak stunting baru yang disebabkan oleh beberapa hal,” kata dr. Raden Vini Adiani Dewi dalam konferensi pers di Pasteur, Jawa Barat, Selasa.
Ani menuturkan dalam data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2022 lalu, angka prevalensi di Jawa Barat berada di 20,2 persen. Sayangnya, angkanya kembali mengalami kenaikan di tahun 2023 menjadi 21,7 persen.
Menurutnya, hal tersebut cukup menjadi pukulan bagi pemerintah Jawa Barat karena terlalu fokus pada penanganan anak sunting. Padahal dalam waktu yang bersamaan, ada sejumlah hal yang patut untuk dicegah.
Hal tersebut merupakan kelahiran anak stunting baru yang dapat disebabkan oleh kemiskinan ekstrem, calon pengantin yang mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK). Belum lagi adanya anak dengan kondisi kekurangan gizi yang berpotensi menjadi kasus stunting baru.
Maka dari itulah, katanya, Pemerintah Jawa Barat berupaya melakukan pencegahan lewat diluncurkannya program bernama “Geber Si Jumo dan Jamilah” yang menjadi gerakan bersama untuk meningkatkan literasi masyarakat terkait dengan stunting, pentingnya imunisasi, penanganan Tuberkulosis (TB) sampai menjaga ibu hamil.
Program tersebut juga mencakup pencegahan penularan demam berdarah (db) dan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Program itu kini telah dijalankan di beberapa kota di Jawa Barat seperti Garut dan Bogor.
“Meski berdasarkan data SKI prevalensi kita naik, ini menyadarkan kita semua dan Alhamdulillah kemarin, kami sudah bekerja sama dengan mitra salah satunya Nutrition International (NI). Kita tahu bahwa kita bisa memperbaiki kondisi ini dengan memperkuat edukasi dan pendampingan masyarakat,” ujar Ani.