Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin menyatakan pihaknya akan mengkaji ulang rencana penerbitan obligasi daerah.
Kebijakan tersebut, sebelumnya sempat diwacanakan mantan Gubernur Ridwan Kamil pada awal Juli 2023, di mana ditargetkan ada Rp2 triliun dana dari obligasi daerah tersebut, yang ditujukan untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur penunjang BIJB Kertajati dan beberapa rumah sakit.
Baca juga: Jawa Barat jadi proyek percontohan penerbitan obligasi daerah
Bey Machmudin di Bandung, Rabu, mengatakan sejauh ini Pemprov Jabar belum membutuhkan obligasi daerah dalam membantu proses pembangunan, karena sampai saat ini masih tercover melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Provinsi Jawa Barat juga termasuk mampu untuk mengeluarkan obligasi, tapi saya sebagai kepala daerah masih minta dikaji. Apakah perlu atau enggak, karena apakah sudah perlu dan cocok? Karena jangan sampai ada masalah di kemudian hari," ujarnya.
Terlebih, kata dia, bunga yang menjadi beban pinjaman dari penerbitan obligasi daerah tidak kecil, sehingga dikhawatirkan akan memberatkan APBD di kemudian hari.
"Tingkat rate 8 persen relatif cukup tinggi. Apakah perlu seperti itu? Jadi kami juga ingin berdiskusi dengan pihak yang memiliki pemahaman tentang obligasi itu. Apakah sudah saatnya? Dan jumlahnya bagaimana? Saya lebih baik pelajari dulu, termasuk dampak kepada masyarakat seperti apa," ucapnya.
Sejauh ini Bey mengatakan apabila penerbitan obligasi daerah diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur penunjang BIJB Kertajati dan rumah sakit, sejatinya mampu ditindaklanjuti secara bertahap melalui APBD maupun bantuan dari APBN.
Kecuali untuk produktivitas, kata dia, baru memungkinkan melalui obligasi daerah karena sumber pembayarannya jelas, tidak harus dianggarkan melalui APBD.
"Ada prioritas atau misalnya obligasi digunakan untuk bangun LRT. Itu produktif tidak apa-apa. Tapi kalau seandainya rumah sakit, apapun. Karena pendidikan dan kesehatan harusnya cukup dipenuhi dari APBD atau APBN. Kami masih jauh, jadi kami ingin dipelajari dulu dengan seksama termasuk dampaknya. Nanti di APBD ada beban, walaupun mendapatkan dana," ujarnya.
Terlepas dari itu, dia mengakui dengan kemampuan menerbitkan obligasi daerah, menunjukkan bahwa keuangan Pemprov Jabar sangat sehat dan tidak sulit mendapatkan pinjaman dari investor.
Kebijakan tersebut, sebelumnya sempat diwacanakan mantan Gubernur Ridwan Kamil pada awal Juli 2023, di mana ditargetkan ada Rp2 triliun dana dari obligasi daerah tersebut, yang ditujukan untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur penunjang BIJB Kertajati dan beberapa rumah sakit.
Baca juga: Jawa Barat jadi proyek percontohan penerbitan obligasi daerah
Bey Machmudin di Bandung, Rabu, mengatakan sejauh ini Pemprov Jabar belum membutuhkan obligasi daerah dalam membantu proses pembangunan, karena sampai saat ini masih tercover melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Provinsi Jawa Barat juga termasuk mampu untuk mengeluarkan obligasi, tapi saya sebagai kepala daerah masih minta dikaji. Apakah perlu atau enggak, karena apakah sudah perlu dan cocok? Karena jangan sampai ada masalah di kemudian hari," ujarnya.
Terlebih, kata dia, bunga yang menjadi beban pinjaman dari penerbitan obligasi daerah tidak kecil, sehingga dikhawatirkan akan memberatkan APBD di kemudian hari.
"Tingkat rate 8 persen relatif cukup tinggi. Apakah perlu seperti itu? Jadi kami juga ingin berdiskusi dengan pihak yang memiliki pemahaman tentang obligasi itu. Apakah sudah saatnya? Dan jumlahnya bagaimana? Saya lebih baik pelajari dulu, termasuk dampak kepada masyarakat seperti apa," ucapnya.
Sejauh ini Bey mengatakan apabila penerbitan obligasi daerah diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur penunjang BIJB Kertajati dan rumah sakit, sejatinya mampu ditindaklanjuti secara bertahap melalui APBD maupun bantuan dari APBN.
Kecuali untuk produktivitas, kata dia, baru memungkinkan melalui obligasi daerah karena sumber pembayarannya jelas, tidak harus dianggarkan melalui APBD.
"Ada prioritas atau misalnya obligasi digunakan untuk bangun LRT. Itu produktif tidak apa-apa. Tapi kalau seandainya rumah sakit, apapun. Karena pendidikan dan kesehatan harusnya cukup dipenuhi dari APBD atau APBN. Kami masih jauh, jadi kami ingin dipelajari dulu dengan seksama termasuk dampaknya. Nanti di APBD ada beban, walaupun mendapatkan dana," ujarnya.
Terlepas dari itu, dia mengakui dengan kemampuan menerbitkan obligasi daerah, menunjukkan bahwa keuangan Pemprov Jabar sangat sehat dan tidak sulit mendapatkan pinjaman dari investor.