Cirebon (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, Jawa Barat, telah merumuskan solusi untuk mengurangi frekuensi banjir yang kerap melanda Desa Mekarsari dan Gunungsari di Kecamatan Waled, yang dapat terjadi hingga 30 kali dalam setahun.
Wakil Bupati (Wabup) Cirebon Agus Kurniawan Budiman dalam keterangannya di Cirebon, Kamis, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung (Cimancis) untuk merumuskan solusi tersebut sejak akhir November 2025.
“Pemerintah daerah mendapatkan dukungan penuh dari BBWS untuk menyiapkan dua langkah utama dalam penanganan banjir yang hampir setiap tahun berulang,” katanya.
Solusi pertama, kata dia, adalah pembangunan tiga pintu air di Desa Gunungsari agar aliran air dapat dikendalikan secara lebih efektif ketika curah hujan meningkat.
Ia menyebutkan solusi kedua yaitu pembuatan sodetan dari Mekarsari menuju Kali Pembuang Putat, yang kemudian dialirkan ke Sungai Ciberes sebagai saluran pembuang baru.
Dengan adanya sodetan tersebut, kata dia, air dapat lebih cepat mengalir keluar dari wilayah permukiman di Kecamatan Waled yang secara topografi berbentuk cekungan.
“Menurut keterangan kepala desa, posisi dua desa ini seperti piring. Jadi butuh saluran pembuang agar air tidak tergenang lama,” tuturnya.
Ia menjelaskan pembangunan tiga pintu air akan dilakukan oleh BBWS, sedangkan sodetan memerlukan musyawarah lebih lanjut karena bersinggungan dengan lahan milik warga.
Agus meyakini dua solusi tersebut dapat menekan intensitas banjir serta mengurangi dampaknya terhadap aktivitas warga setempat.
“Mudah-mudahan dengan adanya dua solusi ini, tensi banjir di dua desa bisa berkurang,” katanya.
Sementara itu Kepala BBWS Cimancis Dwi Agus Kuncoro memastikan pihaknya siap melaksanakan pembangunan tiga pintu klep setelah proses pengukuran dan pemesanan komponen selesai.
Untuk sodetan, kata dia, BBWS menunggu penyelesaian persoalan lahan agar alat berat dapat segera diturunkan.
Pihaknya membuka pula peluang pembangunan kolam retensi di beberapa titik di jalur sodetan sepanjang 1,5 kilometer tersebut.
“Paling lambat awal 2026, karena perlu perencanaan dan penyesuaian yang matang,” ucap Dwi Agus Kuncoro.
