Cirebon (ANTARA) - Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat Bambang Mujiarto menyarankan pemerintah memperkuat peran lembaga keuangan untuk membantu nelayan di wilayah pesisir utara Jabar, terutama Indramayu dan Cirebon, agar tidak lagi bergantung pada tengkulak.
“Peranan lembaga keuangan harus ditingkatkan agar mampu memotong mata rantai keterkaitan nelayan dengan tengkulak,” kata Bambang di Cirebon, Sabtu.
Menurutnya, skema pembiayaan dari lembaga keuangan formal perlu diperluas agar nelayan memiliki akses langsung terhadap modal usaha tanpa harus bergantung pada pihak perantara.
Pola lama, kata Bambang, yang masih mengandalkan tengkulak membuat pendapatan nelayan di wilayah pesisir utara Jabar tidak berkembang.
Ia menegaskan praktik tengkulak masih terjadi di sejumlah daerah pesisir, sehingga peran pemerintah melalui lembaga keuangan dinilai penting untuk menghadirkan pendampingan yang lebih intens kepada nelayan.
“Masih ada (di Cirebon dan Indramayu). Makanya perlu ada keterlibatan pemerintah, dalam hal ini penguatan dari perbankan,” ujarnya.
Ia mengatakan potensi perikanan di Jabar sangat besar, namun belum optimal karena masih banyak persoalan yang belum terselesaikan.
Oleh karena itu, lanjut dia, dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk membenahi sektor kelautan dan perikanan.
“Memang dibutuhkan gotong royong atau kolaborasi semua pihak, baik pemerintah pusat, provinsi, maupun daerah, untuk menyelesaikan ini,” ujarnya.
Bambang menyebutkan masalah di sektor ini tidak hanya terkait alat tangkap dan teknologi, namun mencakup infrastruktur yang bisa mendukung aktivitas nelayan agar lebih baik.
Selain itu, ia mengingatkan pentingnya memperhatikan kondisi lingkungan laut dari ancaman limbah yang masuk ke perairan, karena hal itu turut memengaruhi kehidupan biota laut.
Ia menekankan seluruh persoalan tersebut, menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan secara kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat pesisir.
“Ketika persoalan di laut, bukan hanya soal kehidupan di dalam air, tapi juga persoalan limbah yang masuk ke laut pun menjadi masalah bagi habitatnya,” katanya.
Sedangkan, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Cirebon memperkirakan produksi perikanan tangkap di wilayah tersebut sekitar 37.660 ton per tahun dengan nilai ekonomi mendekati Rp1,2 triliun.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Pengolahan dan Pengawasan DKPP Kabupaten Cirebon Baihaqi menuturkan meski potensinya besar, kontribusi sektor ini terhadap pendapatan daerah masih belum optimal.
Dia mengemukakan aktivitas di tempat pelelangan ikan (TPI) terpantau rendah, karena sebagian besar nelayan memilih menjual hasil tangkapan langsung kepada tengkulak (pengepul).
Kebiasaan itu, kata dia, berdampak pada mekanisme harga yang cenderung dikendalikan oleh pembeli, bukan pasar terbuka.
“Akibatnya, nelayan kerap menerima nilai jual yang lebih rendah, sementara potensi pendapatan daerah dari aktivitas lelang ikan menjadi terhambat,” katanya.
Pihaknya mengakui rendahnya pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perikanan salah satunya disebabkan oleh keterbatasan pengelolaan TPI.
Pemerintah daerah kini berupaya membentuk pengelola baru, agar kegiatan pelelangan ikan bisa berjalan efektif dan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan nelayan serta peningkatan PAD.
