Dari teras rumah mereka duduk berjam-jam, menorehkan lilin, menusuk kain, lalu mencelupkan ke pewarna. Proses panjang itu lantas melahirkan beragam karya batik.
Artinya, kata Indra, complongan bukan inovasi baru, melainkan hasil kreativitas masyarakat Indramayu yang diwariskan lintas generasi.
Pesisir dalam selembar kain
Indramayu dikenal sebagai daerah pesisir karena lokasinya dekat dengan laut. Kekayaan bahari itu kemudian hadir dalam ragam motif batik dermayon, sebutan lain bagi batik dari daerah ini.
Bentuk udang, cumi-cumi, kapal, hingga tumbuhan laut menjadi ornamen yang kerap menghiasi kain batik. Semua lahir dari keintiman masyarakat Indramayu dengan alam sekitarnya.
Namun pengaruhnya tidak berhenti di situ. Lintas perdagangan masa lalu membawa warna budaya Tiongkok ke pesisir, sehingga motif khas dari Negeri Tirai Bambu turut melekat dalam estetika batik Indramayu.
Motif batik Indramayu berjumlah ratusan. Beberapa di antaranya sudah mendapat hak cipta, seperti motif iwak etong yang terkenal hingga Jepang.
Ada pula sawat riwog, motif asli Indramayu yang kini tengah naik daun karena kerumitannya. Unsurnya menggambarkan ubur-ubur hingga lintah laut bercakar.
Indra menegaskan, tugas besar ke depan adalah mematenkan kembali motif-motif lama yang hampir punah. Dari sekitar 200 motif, baru 50 yang memiliki hak cipta.
Dari beragam corak itu, batik tulis complongan memiliki tempat istimewa. Sebab, keunikan ini hanya ada di Indramayu, tidak ditemukan di daerah lain.
