Bedanya, terdapat lubang halus seperti barisan semut yang menjadi bagian integral dari corak wastra tersebut.
Dilihat dari tingkat kerumitan itu, batik complongan disebut sebagai salah satu kekayaan budaya paling bernilai di Indramayu.
Akar batik complongan
Batik tulis ini menjadi penanda kuat identitas Indramayu. Complongan berasal dari kata complong dalam bahasa lokal setempat yang berarti melubangi.
Tekniknya dilakukan memakai alat berisi 20-30 jarum berdiameter setengah milimeter, yang ditusukkan membentuk deretan titik-titik kecil sehingga mempercantik motif setelah melalui proses pewarnaan.
Tidak semua bagian kain dilubangi. Hanya area tertentu yang sudah ditutup lilin, disebut tembokan, yang ditembus jarum.
“Jadi, batik itu dilubangi supaya warnanya masuk dan menyerap. Itu salah satu keistimewaan batik asli daerah sini,” tutur Indra Susilo, seorang pengusaha sekaligus pegiat batik complongan Indramayu saat berbincang dengan ANTARA.
Ia mengisahkan jejak complongan dapat ditelusuri jauh ke belakang, sekitar periode 1800-an. Pada masa itu telah ditemukan kain panjang yang menggunakan teknik pelubangan ini.
Ada cerita rakyat yang menyebut awal mula complongan terjadi karena ketidaksengajaan. Kain batik yang ditumpuk lama menyebabkan lilin terkelupas, kemudian membentuk titik-titik. Hasil itu justru dianggap indah, lalu dijadikan teknik tersendiri.
Kala itu sebagian besar perajin complongan tinggal di wilayah pesisir Indramayu, termasuk Kecamatan Sindang. Rata-rata adalah perempuan yang mengisi waktu luang ketika suaminya melaut.
