Bandung (ANTARA) - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman menyebut kinerja pendapatan Jawa Barat masih dalam jalurnya (on track), meski untuk Semester I tahun 2025 ini raihan pendapatan Jabar di urutan 11 secara nasional.
Pendapatan Jabar Semester 1 tahun 2025, berdasarkan keterangan Mendagri Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin (7/7), baru 44,72 persen dari target Rp30,99 triliun, jauh di bawah DIY (57,43 persen) dan Kalimantan Barat (50,13 persen) di posisi 1 dan 2.
"Udah sesuai target, (bahkan) di atas rata-rata nasional. Pendapatan rata-rata nasional itu rata-rata 43,62 persen, nah Jawa Barat itu 44,72 persen. Di atas rata-rata nasional," kata Herman di Gedung Disdik Jawa Barat, Bandung, Kamis.
Baca juga: Rekor baru! serapan APBD Jabar 2025 di bawah DIY dan NTB, ini alasan Dedi Mulyadi
Bahkan, kata Herman, perbandingan ini tidak setara (apple to apple) karena target pendapatan Jabar disebutnya tinggi hampir mencapai Rp31 triliun, dan yang berposisi di atas Jabar, memiliki target pendapatan di bawah Jabar.
"Dan target kita juga tinggi, 31 triliun. Kalau yang lain kan kecil. Sebagian besar yang tinggi itu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Jadi tidak apple to apple," katanya.
Dari data yang dimiliki ANTARA, raihan 2025 ini juga masih di bawah capaian pada periode yang sama tahun 2024 lalu di mana realisasi pendapatan daerah semester I tahun 2024 di angka Rp17,60 triliun atau 49 persen dari target Rp35,92 triliun.
Padahal Pemprov Jabar menggulirkan berbagai program untuk menggenjot penerimaan daerah, salah satu yang tengah dilakukan, adalah program pemutihan denda pajak kendaraan bermotor yang kini juga diperpanjang sampai September 2025.
Meski demikian, Herman menyebut capaian ini relatif lebih baik dari tahun lalu. Dan dia mengatakan Pemprov Jabar tetap akan mengoptimalkan langkah-langkah untuk menggenjot pendapatan daerah.
Seperti lewat Pusat Pengelolaan Pendapatan Daerah Wilayah (P3DW) atau Samsat untuk mengelola pajak kendaraan bermotor guna mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jabar Rp19 triliun, kurang lebih 63 persen dari target pendapatan.
"Caranya mengoptimalkan teman-teman P3DW untuk melakukan penagihan, kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan mengembangkan inovasi-inovasi, agar pajak yang masuk dari masyarakat, pendapatan daerah, terutama pendapatan asli daerah, bisa meningkat tajam. Dan jangan lupa PAD kita tinggi, dan sebagian besar (daerah) komposisi APBD-nya didominasi transfer pusat," tuturnya.
Mendagri Tito Karnavian, selain soal pendapatan daerah, juga menyoroti rendahnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sejumlah wilayah, padahal belanja pemerintah termasuk di daerah menjadi motor penggerak utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satu yang paling disorot Tito, adalah penurunan performa anggaran Jawa Barat yang terealisasi 38,79 persen, di bawah DIY (41,92 persen) dan NTB (38,99 persen).
Namun, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam sosial medianya, menyinggung soal tunggakan atau hutang yang perlu diselesaikan Pemprov Jabar, hingga menyebabkan daya serap APBD Jabar 2025 yang saat ini turun ke posisi tiga secara nasional di bawah DIY dan NTB.
