Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang bahwa eksposur perbankan secara langsung terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar rupiah tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, hal tersebut tercermin dari posisi devisa neto (PDN) bank yang tercatat sebesar 1,55 persen per Februari 2025 atau masih jauh di bawah ambang batas (threshold) yang sebesar 20 persen. Dengan demikian, risiko pasar terkait dengan nilai tukar dinilai tergolong masih sangat rendah.
“Selanjutnya bisa dikatakan bahwa posisi devisa neto bank juga berada dalam posisi yang long. Ini artinya bahwa eksposur bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah, sehingga berdampak pada peningkatan profitabilitas bank,” kata Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta, Jumat.
Dari sisi kredit valas, jelas Dian, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk atau kegiatan berbasis ekspor yang memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas atau disebut sebagai naturally hedged. Sehingga, ujar dia, sebetulnya tidak menimbulkan volatilitas yang berarti.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ia mencatat bahwa pertumbuhan kredit valas lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas masing-masing sebesar 16,30 persen year on year (yoy) dan 7,09 persen yoy.
Dengan perkembangan kredit dan DPK valas tersebut, tercatat loan to deposit ratio (LDR) valas meningkat menjadi 81,43 persen dari sebelumnya 74,98 persen pada tahun lalu.