Menurut dia, seharusnya pemerintah daerah menetapkan status tanggap darurat agar bisa menggunakan anggaran dari BTT untuk kepentingan kemanusiaan, salah satunya dalam menanggulangi bencana alam yang tidak bisa diduga-duga seperti kejadian gempa bumi.
"Seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat risiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada awal penyusunan APBD, untuk kejadian gempa ini bisa menggunakan BTT," katanya.
Namun apabila pemerintah daerah tetap tidak menetapkan status tanggap darurat karena pertimbangannya tidak ada pengungsi yang terpusat, kata Yudha, maka pemerintah bisa mencari sumber dana lain dengan memanfaatkan program (CSR) perusahaan.
Menurut dia, di Garut cukup banyak perusahaan besar milik swasta maupun pemerintah yang memiliki program CSR, untuk itu dana CSR bisa dikelola dengan baik dan bisa digunakan untuk menanggulangi bencana alam gempa bumi.
"Jika status tanggap darurat tidak ditetapkan, harapan saya Pemkab Garut mengupayakan kolaborasi pendanaan dari CSR berbagai perusahaan besar yang beroperasi di Garut untuk membantu warga memperbaiki rumah," katanya.
Ia menambahkan, untuk menghadapi persoalan kemanusiaan, termasuk penanggulangan bencana alam agar bisa berlangsung cepat karena tidak melewati prosedur penggunaan APBD, maka pemerintah daerah bisa membentuk Forum CSR untuk menyerap dan menggunakan CSR lebih maksimal.
Forum CSR itu, kata dia, sesuai amanat Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Sosial agar persoalan bencana sosial, salah satunya penanganan bencana alam bisa diatasi dengan cepat dan tepat.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BPBD Garut: Bencana gempa belum ditetapkan status tanggap darurat
