Bandung (ANTARA) -
Pasalnya, kata Ketua KPID Jabar Adiyana Slamet, dengan ada sekitar 476 lembaga penyiaran termasuk milik komunitas yang tersebar di 27 kabupaten/kota, sementara tenaga mereka dengan tujuh orang komisioner, tujuh staf dan tenaga pemantau yang hanya lima orang, sangat tidak seimbang.
"Insya-Allah untuk Pilkada kami akan melakukan tidak hanya pengawasan melalui sistem pengawasan, tetapi kami juga ada program pengawasan semesta yang mengajak partisipasi publik, lalu mekanisme undang-undang juga selain pengawasan itu ada penertiban. Jadi kami berhak untuk meminta rekaman dari program-program televisi maupun radio yang jumlahnya 476 di Jawa Barat ini," ucap Adiyana di Gedung Sate Bandung, Selasa.
Baca juga: Apresiasi Karya paling penting dalam Anugerah Penyiaran
Lebih lanjut, KPID Jabar mengaku akan mengantisipasi berbagai pelanggaran konten politik di media massa selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 berlangsung dengan melakukan pengawasan khususnya kepada para lembaga penyiaran.
"Dan itu terbukti kalau kita mencermati dari hasil pemilu kemarin, hanya Jabar satu-satunya KPID yang menemukan indikasi pelanggaran terbanyak yaitu 108 pelanggaran yang kemudian 50 pelanggaran-nya itu kita tindak lanjuti baik ke KPU pusat maupun kita memberikan sanksi langsung," ucapnya.
Berdasarkan hasil temuan pada pemilu sebelumnya, Adiyana menyebut bahwa pelanggaran yang terjadi kebanyakan berbentuk blocking time atau kampanye sebelum waktunya, hingga durasi konten yang tidak sesuai dengan peraturan KPU.
"Untuk durasi (konten) itu tidak boleh lebih dari 10 detik. Lalu ada program yang kemudian dibungkus dengan program sosial tapi itu kampanye, lalu ada program iklan yang kemudian itu seolah-olah iklan komersial tapi itu adalah iklan kampanye. Tapi memang yang paling banyak itu adalah blocking time dan sisipan-sisipan kampanye," tuturnya.
Dia mengingatkan pada peserta Pilkada 2024, bahwa ada sejumlah sanksi yang disiapkan untuk diberikan kepada para pelanggar sesuai undang-undang 32 Tahun 2002 tentang penyiaran.