Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) Bey Triadi Machmudin berharap Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Santiong Cimahi yang sudah resmi beroperasi dengan serapan 50 ton sampah per hari dapat dicontoh daerah lain.
Pasalnya, kata Bey, dari 50 ton sampah yang diserap di TPST Santiong, yang organik diolah untuk pakan magot dan sampah non-organik menjadi olahan Refuse Derrived Fuel (RDF) atau keripik sampah yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar industri semen.
Baca juga: Pemkot Cimahi: TPST Santiong mampu kurangi sampah 50 ton per hari
"TPST banyak. Tapi TPST Santiong ini adalah yang terpadu betul dan diolah sampai menjadi RDF baru pertama yang ada di Jawa Barat. Saya berharap ini dicontoh dan menjadi penyemangat bagi kabupaten kota lainnya," ujar Bey usai melepas truk pengiriman perdana olahan RDF TPST Santiong ke industri semen (Indocement), di Cimahi, Senin.
Dengan pengolahan tersebut, lanjutnya, sebagian sampah dari Kota Cimahi mampu diselesaikan sebelum masuk ke TPA Sarimukti.
Selain itu, menurut dia, RDF yang diproduksi dari sampah rumah tangga ini juga menyentuh isu konservasi sumber daya alam, reduksi emisi gas rumah kaca, pengurangan polusi, dan jadi energi alternatif pengganti fosil.
Meski demikian Bey mengakui pengolahan sampah menjadi RDF di TPST Santiong ini belum betul-betul zero emisi, sehingga masih ada pengembangan yang harus dilakukan untuk menekan gas emisi dampak dari pengolahan RDF.
"Iya (ada emisi) tapi minimal ini sudah ada solusi. Jadi tetap kita harus mengolah sampah dari hulu yakni rumah tangga masing-masing," tutur Bey.
TPST Santiong dibangun dengan anggaran pinjaman pemerintah pusat ke Bank Dunia senilai Rp30 miliar sebagai infrastruktur pengolahan sampah di Kota/Kabupaten DAS Citarum dalam Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP).
Pasalnya, kata Bey, dari 50 ton sampah yang diserap di TPST Santiong, yang organik diolah untuk pakan magot dan sampah non-organik menjadi olahan Refuse Derrived Fuel (RDF) atau keripik sampah yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar industri semen.
Baca juga: Pemkot Cimahi: TPST Santiong mampu kurangi sampah 50 ton per hari
"TPST banyak. Tapi TPST Santiong ini adalah yang terpadu betul dan diolah sampai menjadi RDF baru pertama yang ada di Jawa Barat. Saya berharap ini dicontoh dan menjadi penyemangat bagi kabupaten kota lainnya," ujar Bey usai melepas truk pengiriman perdana olahan RDF TPST Santiong ke industri semen (Indocement), di Cimahi, Senin.
Dengan pengolahan tersebut, lanjutnya, sebagian sampah dari Kota Cimahi mampu diselesaikan sebelum masuk ke TPA Sarimukti.
Selain itu, menurut dia, RDF yang diproduksi dari sampah rumah tangga ini juga menyentuh isu konservasi sumber daya alam, reduksi emisi gas rumah kaca, pengurangan polusi, dan jadi energi alternatif pengganti fosil.
Meski demikian Bey mengakui pengolahan sampah menjadi RDF di TPST Santiong ini belum betul-betul zero emisi, sehingga masih ada pengembangan yang harus dilakukan untuk menekan gas emisi dampak dari pengolahan RDF.
"Iya (ada emisi) tapi minimal ini sudah ada solusi. Jadi tetap kita harus mengolah sampah dari hulu yakni rumah tangga masing-masing," tutur Bey.
TPST Santiong dibangun dengan anggaran pinjaman pemerintah pusat ke Bank Dunia senilai Rp30 miliar sebagai infrastruktur pengolahan sampah di Kota/Kabupaten DAS Citarum dalam Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP).