Jakarta (ANTARA) - Kekeringan yang melanda Indonesia saat el nino tahun ini mendorong semua pihak semakin menyadari pentingnya air dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun tren menurunnya jumlah air di Indonesia sebetulnya tidak hanya saat el nino, tetapi secara periodik dan tahunan memang terus berkurang sepanjang 20 tahun terakhir.
Hal tersebut, terutama terlihat di daerah dengan tutupan vegetasi non-hutan dan berpenduduk padat yang warganya mulai membeli air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Mencerminkan pula bahwa kini air telah menjadi komoditas ekonomi penting yang diperebutkan oleh semua sektor.
Tren menurunnya jumlah air pernah dimodelkan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang terbentang dari Provinsi Jawa Barat bagian barat yang berbatasan dengan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Pemodelan tersebut telah diterbitkan di jurnal internasional Sustainability yang berjudul "Spatial-Temporal Changes in Water Supply and Demand in the Citarum Watershed, West Java, Indonesia Using a Geospatial Approach", pada awal tahun 2023.
Artikel tersebut menjelaskan hubungan spasial antara pasokan dan kebutuhan air dengan menggunakan Model Integrated Valuation of Ecosystem Service and Tradeoff (InVEST).
Data pada 2020 menunjukkan telah terjadi kehilangan air di DAS Citarum, sebesar 3,2 triliun m3 atau sekitar 30,76 persen dibandingkan dengan kondisi tahun 2000.
Angka itu muncul karena pasokan air Sungai Citarum, yang merupakan salah satu sungai terbesar di wilayah Jawa Barat, mengalami penurunan yang mencolok dari 10,40 triliun m3 pada tahun 2000 menjadi hanya 7,2 triliun m3 pada tahun 2020.