Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat terutama pada keluarga yang baru menikah menjadi tantangan tersulit mengatasi masalah stunting pada tahun 2023.
“Sebetulnya tantangan terbesar (yang BKKBN dan pemerintah hadapi) itu ada pada perilaku dan pola pikir masyarakat untuk berubah,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo ketika ditemui ANTARA usai acara Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor Dalam Rangka Hari Keluarga Nasional ke-30 yang diadakan di Jakarta, Rabu.
Menanggapi ucapan Menteri PPN dalam RDP bersama Komisi IX DPR RI yang menilai target penyelesaian kasus stunting di Indonesia yang terancam tidak tercapai jadi 14 persen di tahun 2024, Hasto mengatakan pemerintah sudah berupaya mengintervensi berbagai faktor penyebab stunting.
Contohnya, jika terkait dengan akses sanitasi dan air bersih di sejumlah daerah, pemerintah sudah berupaya membuka akses tersebut dengan membangun saluran air beserta jamban. Namun masih ada masyarakat yang memilih untuk beraktivitas, seperti Buang Air Besar (BAB) atau mencuci, di sungai.
Kemudian terkait dengan bantuan dana, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sudah mengadakan Program Keluarga Harapan (PKH) dimana salah satu tujuannya membantu masyarakat untuk membeli makanan yang bergizi bagi anggota keluarga.
Namun temuan di lapangan, kata dia, justru menunjukkan alih-alih membeli makanan berprotein hewani seperti ikan atau telur, terdapat keluarga-keluarga yang menggunakan dana untuk membeli rokok.
“Dalam hal ini kita harus terus memberikan masukan-masukan pada keluarga, agar bisa berubah pola pikirnya. Kadang dalam mengasuh anak, diberikan saja apa yang mau dimakan seperti mie, tapi lupa ditambahi protein hewani lainnya,” kata Hasto.
Sedangkan masalah lainnya yang dihadapi perjalanan pengentasan stunting tahun ini juga tidak terlepas dari perilaku reproduksi dalam keluarga yang masih bisa dibilang minim. Hasto menyoroti banyak keluarga yang baru menikah tidak paham pentingnya merencanakan kehamilan ataupun cara menjaga kesehatan reproduksi.
“Saya kira kemampuan keluarga baru untuk hidup berkeluarga yang sehat masih minim dan itu tantangan. Kemampuan mereka masih sebatas mengadakan pesta atau beli make up. Jadi bukan bagaimana hamil sehat, bukan bagaimana menyiapkan kehamilan yang baik,” katanya.
Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam RDP bersama Komisi XI DPR, Senin (5/6), menyebut sebanyak 10 sasaran di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang pencapaiannya berpotensi terkendala pada 2024.
Adapun 10 indikator RPJMN 2024 yang berisiko tidak tercapai yakni sasaran terkait imunisasi dasar lengkap, tingkat kekurangan gizi kronis (stunting), penurunan berat badan pada balita, penurunan tingkat tuberkulosis, eliminasi malaria, eliminasi kusta, pengurangan jumlah perokok anak-anak, penurunan tingkat obesitas, peningkatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan peningkatan puskesmas.
Guna menghindari kegagalan itu, ia menekankan sasaran dalam RPJMN 2024 bukan hanya acuan pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah.
“Berulang kali Presiden berikan contoh, (daerah) minta dibangunkan pelabuhan misalnya, tapi jalannya tidak bisa dibuat oleh daerah. Kemudian stunting misalnya dianggap target nasional, jadi tanggung jawab nasional saja. Padahal itu yang kerjakan juga harus daerah juga,” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kepala BKKBN: Perubahan perilaku tantangan tersulit atasi stunting