Sedangkan masalah lainnya yang dihadapi perjalanan pengentasan stunting tahun ini juga tidak terlepas dari perilaku reproduksi dalam keluarga yang masih bisa dibilang minim. Hasto menyoroti banyak keluarga yang baru menikah tidak paham pentingnya merencanakan kehamilan ataupun cara menjaga kesehatan reproduksi.
“Saya kira kemampuan keluarga baru untuk hidup berkeluarga yang sehat masih minim dan itu tantangan. Kemampuan mereka masih sebatas mengadakan pesta atau beli make up. Jadi bukan bagaimana hamil sehat, bukan bagaimana menyiapkan kehamilan yang baik,” katanya.
Sebelumnya Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam RDP bersama Komisi XI DPR, Senin (5/6), menyebut sebanyak 10 sasaran di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang pencapaiannya berpotensi terkendala pada 2024.
Adapun 10 indikator RPJMN 2024 yang berisiko tidak tercapai yakni sasaran terkait imunisasi dasar lengkap, tingkat kekurangan gizi kronis (stunting), penurunan berat badan pada balita, penurunan tingkat tuberkulosis, eliminasi malaria, eliminasi kusta, pengurangan jumlah perokok anak-anak, penurunan tingkat obesitas, peningkatan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan peningkatan puskesmas.
Guna menghindari kegagalan itu, ia menekankan sasaran dalam RPJMN 2024 bukan hanya acuan pemerintah pusat, namun juga pemerintah daerah.
“Berulang kali Presiden berikan contoh, (daerah) minta dibangunkan pelabuhan misalnya, tapi jalannya tidak bisa dibuat oleh daerah. Kemudian stunting misalnya dianggap target nasional, jadi tanggung jawab nasional saja. Padahal itu yang kerjakan juga harus daerah juga,” katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kepala BKKBN: Perubahan perilaku tantangan tersulit atasi stunting