Jakarta (ANTARA) - Sama seperti Cijedil, Cugenang, Gasol, Mangunkerta dan Rawacina, Desa Ciputri termasuk dalam daftar desa yang terdampak cukup parah akibat gempa bermagnitudo 5,6 yang melanda Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin, 21 November 2022.
Desa Ciputri berada di kaki Gunung Gede Pangrango, terdiri atas 35 rukun tetangga (RT), yang tersebar di sembilan rukun warga (RW). Des itu, memiliki 4.910 kepala keluarga dengan penduduk 12 ribu jiwa.
Ciputri dikenal dengan Desa Wiata Sarongge, salah satu dari 92 desa wisata yang ada di Cianjur, yang terdampak gempa cukup parah.
Jika ke Cianjur melalui jalur Puncak, Kabupaten Bogor, setelah Cipanas, maka Sarongge akan dilintasi terlebih dahulu sebelum ke Cijedil, Kecamatan Cugenang, yang ramai diberitakan banyak korban jiwa dan mengalami kerusakan pascagempa.
Namun, saat bencana gempa terjadi, Jalur Puncak menuju Cianjur terputus akibat tertimbun longsor di dekat Warung Sate Sinta di Jalan Raya Cipanas-Cianjur, sehingga kebanyakan bala bantuan dan relawan masuk ke kabupaten dengan julukan Kota Santri itu lewat Jonggol atau lewat Bandung.
Saat menyambangi Desa Ciputri, Minggu (27/11), udara sejuk khas Sarongge mengobati ketegangan pikiran akibat gempa, tidak seperti melintasi Cugenang atau Desa Nagrak yang disibukkan dengan ramainya posko-posko relawan, ambulans yang berseliwiran, dan kemacetan yang tak terelakkan.
Namun, ketika menelisik lebih dalam, keindahan Sarongge kini berubah menjadi kedukaan, saat melihat sepanjang jalan menuju posko bantuan gempa di Sarongge Valley, rumah-rumah warga porak poranda akibat diterjang gempa.
Meski bangunan rumah itu masih terlihat masih berdiri, tetapi sudah tidak lagi layak huni, apalagi gempa susulan masih sering terjadi, lebih dari ratusan kali dengan skala bervariasi, mulai dari magnitudo 3,8 pada Rabu (23/11) hingga magnitudo 4,1 pada Jumat (25/11).