Kebijakan tersebut meliputi kebijakan dan Sistem Penilaian Angka Kredit Baru, Basis Data dan Informasi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (BIMA), Science and Tchnology Index versi 3 (SINTA), serta Sistem WCU Analytics dan PTNBH Analytics.
“Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengejar ketertinggalan pendanaan di pendidikan tinggi karena inovasi hanya dapat tercipta dengan kolaborasi,” imbuh dia.
Manfaatkan produk lokal
Sebelumnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta kepada masyarakat dapat lebih memanfaatkan produk dalam negeri dengan tujuan agar sekolah menengah kejuruan (SMK) bisa menciptakan produk yang lebih inovatif.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wartanto mengatakan penggunaan produk dalam negeri sangat penting agar SMK maupun politeknik tetap bisa menghasilkan produk sesuai kebutuhan. Nantinya, kata dia, akan muncul Sumber Daya Manusia (SDM) berkompeten karena terbiasa membuat produk inovatif.
"Kemudian sekolah, nanti akan bergeser dari teoritis menjadi inovatif, produk yang di hilirisasi. Itu yang dalam pelajaran namanya pembelajaran berbasis kebutuhan dunia industri dan masyarakat," kata Wartanto dalam keterangannya di Bandung, Jawa Barat, Jumat.
Menurutnya dorongan terhadap lembaga pendidikan vokasi untuk terus melakukan improvisasi dan inovasi produk dirasa percuma apabila produknya tidak dibeli. Sebab, nantinya mereka menurutnya akan sulit berkembang.
"Selalu produknya nganggur, sehingga akhirnya diharapkan semua membeli produk dalam negeri," kata dia.
Dana abadi perguruan tinggi resmi diluncurkan Kemendikbudristek
Senin, 27 Juni 2022 13:32 WIB