Jakarta (ANTARA) - Dunia saat ini bergerak menuju Society 5.0, era dimana teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri.
Semua sektor dalam pemerintahan dan negara mau tak mau harus beradaptasi, pun demikian dengan intelijen. Era Society 5.0 muncul sebagai resolusi terhadap hubungan manusia dengan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Teknologi pada awalnya diciptakan sebagai alat untuk membantu manusia. Interaksi manusia dan TIK memungkinkan munculnya nilai-nilai baru yang dapat mendegradasi kemanusiaan. Bagaimanapun, manusialah yang menciptakan nilai dan membangun peradaban.
Oleh karena itu, Society 5.0 memosisikan manusia sebagai sentral dalam menentukan penggunaan teknologi untuk kemanusiaan itu sendiri. Konvergensi kehidupan manusia di dunia maya dan dunia nyata adalah hal lazim di masa mendatang. Society 5.0 melampaui masyarakat informasi.
Perkembangan TIK telah dan akan mampu menggunakan robot untuk mengumpulkan informasi dalam jumlah besar (big data) dan menganalisanya dengan robot (artificial intelligence) untuk selanjutnya disajikan kembali kepada manusia di dunia nyata sebagai acuan dalam pembuatan keputusan atau kepentingan lainnya.
Dalam konteks intelijen, perkembangan ini menghadirkan tantangan yang semakin kompleks. Dalam rangka melaksanakan tujuan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk ancaman, mau tidak mau Badan Intelijen Negara (BIN) harus juga menggunakan TIK yang, setidaknya, setara dengan TIK yang digunakan oleh aktor-aktor lain, baik aktor negara maupun non-negara.
Itu berlaku pada seluruh fungsi intelijen negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yaitu fungsi penyelidikan, penanganan, dan penggalangan.
Telaah - HUT Ke-76 BIN: Transformasi intelijen di era "Society 5.0"
Oleh Ngasiman Djoyonegoro *) Minggu, 8 Mei 2022 9:29 WIB