Bekasi (ANTARA) - Demokrasi Amerika tengah sekarat karena menghasilkan pemimpin konservatif yang menyeret demokrasi ke titik anti-klimaks dengan retorika-retorika politik liberal yang selama ini dimusuhi.
"Perubahan haluan yang drastis dari presiden yang diusung Partai Demokrat (Obama) ke presiden yang diusung Partai Republik (Trump) menunjukkan fondasi demokrasi Amerika tidak sekokoh seperti yang didengung-dengungkan," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Diskriminasi rasial dan kesenjangan ekonomi telah menjadi cacat bawaan seperti telah disinggung oleh Gunnar Myrdal sejak 1944 dalam bukunya An American Dilemma.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika ke-45 telah menguak borok demokrasi Amerika yang selama ini tampil bak ‘polisi’ demokrasi dunia.
Baca juga: 40 kota di AS termasuk Washington berlakukan jam malam di tengah aksi protes
Kampanye ‘hitam’ Trump di musim kampanye Pilpres AS yang rasis, yang menunjukkan sentimen negatif terhadap imigran kulit warna dan kaum Muslim, telah menabung bara api yang meledak dalam kerusuhan rasial sekarang.
"Demokrasi Amerika akan terus dihantui oleh pertarungan abadi antara ide persamaan hak dan prasangka rasial. Keyakinan Myrdal bahwa pada akhirnya demokrasi akan menang atas rasisme tidak terbukti sampai sekarang. Diskriminasi atas warga Afro-Amerika telah memicu kerusuhan rasial yang terus berulang hingga 11 kali dalam setengah abad sejak 1965," kata dia.
Ia mengatakan keadilan, persamaan hak, pemerataan, dan perlakuan tanpa diskriminasi terhadap seluruh kelompok masyarakat merupakan nilai-nilai demokrasi yang gagal dicontohkan Amerika.
Baca juga: Ricuh di Minneapolis AS, wartawan tertembak peluru karet polisi
Standar ganda yang sering digunakan Amerika dalam isu HAM, perdagangan bebas, dan terorisme menunjukkan wajah bopeng demokrasi yang tidak patut ditiru, ujar dia.
Nahdlatul Ulama (NU) memandang bahwa demokrasi masih merupakan sistem terbaik yang sejalan dengan konsep syûrâ di dalam Islam.
Namun, NU menolak penyeragaman demokrasi liberal ala Amerika sebagai satu-satunya sistem terbaik untuk mengatur negara dan pemerintahan.
"Indonesia tidak perlu membebek Amerika dan negara manapun untuk membangun demokrasi yang selaras dengan jati diri dan karakter bangsa Indonesia," kata dia.
Demokrasi yang perlu dibangun tetap harus berlandaskan pada prinsip musyawarah-mufakat dalam politik dan gotong royong dalam ekonomi. Demokrasi yang sejalan dengan penguatan cita politik sebagai bangsa yang nasionalis-religius dan religius-nasionalis.
Nahdlatul Ulama memandang bahwa kejadian kerusuhan rasial di Amerika saat ini perlu menjadi bahan refleksi serius agar peristiwa serupa tidak terulang di negara mana pun, pungkas Said Aqil.
Baca juga: Unjuk rasa meluas di 30 kota di AS, 2 warga sipil tewas