Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyinggung soal tunggakan utang dan kewajiban yang harus dipenuhi Pemprov Jabar terkait serapan APBD Jabar 2025 yang saat ini turun ke posisi tiga secara nasional di bawah Provinsi DIY dan NTB.
Hal ini disampaikan Dedi Mulyadi, akrab disapa KDM, dalam video sapaan pagi yang diunggah ke media sosialnya dan dipantau di Bandung pada Kamis.
Dalam video itu, Dedi mengungkapkan soal kondisi APBD Jabar 2025 yang disebutnya dapat dikelola Rp31 triliun, dari Rp37 triliun yang ditetapkan.
Sementara anggaran sebesar Rp6 triliun lainnya harus dibagi ke kabupaten/kota sebagai dana bagi hasil pajak kendaraan bermotor. Kemudian, anggaran Rp31 triliun tidak bisa seluruhnya digunakan untuk belanja program.
"Anggaran Provinsi Jabar tahun 2024 itu Rp37 triliun. Dan tahun 2025 yang saya kerjakan itu Rp31 triliun karena Rp6 triliun itu harus dibagi ke kabupaten kota sebagai dana bagi hasil pajak kendaraan," jelasnya.
"Dari Rp31 triliun ini, untuk berapa penduduk? 54 juta jiwa lebih penduduk Jawa Barat. Dan berapa sih uang yang akan digunakan? Tidak seperti itu, tidak Rp31 triliun karena kami harus bayar utang," kata Dedi.
Utang atau kewajiban yang harus dibayar Pemprov Jawa Barat, jelas Dedi, di antaranya utang PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) Rp600 miliar, tunggakan iuran BPJS Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati Rp60 miliar, dan operasional Masjid Al-Jabbar sekitar Rp40 miliar.
Selain itu, tunggakan ijazah siswa Rp1,2 triliun yang dibayarkan melalui dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU).
"Total hampir Rp 600 miliar sudah kita gunakan untuk kompensasi pengembalian ijazah siswa. Ini adalah bentuk tanggung jawab kami kepada generasi muda yang sempat tertahan haknya," ujar Dedi.
Dengan beban keuangan tersebut, Dedi menyatakan pemerintah provinsi menerapkan efisiensi ketat tanpa mengurangi komitmen untuk melayani masyarakat.
"Kita tetap ingin jalan-jalan di Jawa Barat bagus, penanganan bencana tepat sasaran, ada normalisasi sungai, reboisasi gunung, pendidikan anak-anak terus berjalan, termasuk beasiswa untuk para santri, dan stimulus bagi pelayan keagamaan," ujarnya.
Dedi juga mengajak masyarakat untuk terus mendukung dan mendoakan agar pemerintah dapat bekerja secara maksimal meski dalam keterbatasan anggaran.
"Mudah-mudahan dengan uang yang terbatas ini, kami masih bisa bekerja secara maksimal untuk kepentingan masyarakat. Mohon doanya ya. Terima kasih atas dukungan semuanya," ujar Dedi sambil menyampaikan salam kepada seluruh warga Jawa Barat untuk mengakhiri videonya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyoroti rendahnya realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) di sejumlah wilayah dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin, 7 Juli 2025.
Padahal, kata mantan Kapolri ini, belanja pemerintah, termasuk APBD, menjadi motor penggerak utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Belanja pemerintah akan menambah peredaran uang di masyarakat. Ini akan memperkuat daya beli dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi rumah tangga," kata Tito.
Salah satu yang paling disorot Tito adalah penurunan performa anggaran Jawa Barat, seraya membandingkan capaian Jabar dengan NTB dan Yogyakarta, sekaligus memuji Gubernur NTB Lalu Muhammad Iqbal atas pencapaian anggaran yang dinilai lebih baik.
"Dulu Jawa Barat nomor satu, sekarang Kang Dedi Mulyadi kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan. Dan Pak Lalu Iqbal dari NTB sekarang di atas Jawa Barat. Terima kasih, Pak. Bapak hebat," kata Tito dalam forum tersebut.
Menurut Tito, keberhasilan NTB tak lepas dari kerja tim yang disiplin, mulai dari Badan Keuangan Daerah (BKAD), Dinas Pendapatan Daerah, hingga seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) di bawah kepemimpinan Gubernur Iqbal.
Baca juga: Rekor baru! serapan APBD Jabar 2025 di bawah DIY dan NTB, ini alasan Dedi Mulyadi