Depok (ANTARA) - Staf Pengajar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) dari Departemen Telinga, Hidung, Tenggorok, Bedah Kepala Leher (THT-KL), Dr. Fikri Mirza Putranto menjelaskan bahwa tuli akibat bising kini menjadi ancaman baru di era modern.
“Kita justru menikmati bising setiap hari, seperti konser, tempat musik, atau tempat bermain yang memiliki pengeras suara bervolume tinggi,” ujar Fikri Mirza dalam keterangannya, Sabtu.
Menurutnya, tuli akibat bising kini tidak hanya mengancam para pekerja pabrik atau sopir bajaj seperti di masa lalu, tetapi juga masyarakat luas melalui perangkat pribadi seperti headset yang kerap diabaikan.
Orang yang mengalami cedera bising memiliki gejala awal telinga berdenging dan terasa tertutup seperti kemeng. Gejala ini sering kali dianggap sepele karena dapat hilang dalam waktu 24 jam.
Namun, justru karena sering diabaikan dan berulang, lama-kelamaan bisa menimbulkan gangguan permanen.
Selain menimbulkan gangguan telinga, cedera bising kronik juga dapat berdampak besar terhadap kualitas hidup, mulai dari kesulitan berkomunikasi di lingkungan ramai, gangguan konsentrasi, hingga gangguan sosial dan percepatan penuaan pada jalur pendengaran.
Menurut Fikri, Personal Listening Device (PLD) yang beredar saat ini memiliki banyak jenis, seperti earbuds, headphone over-ear (dengan atau tanpa noise cancelling), hingga bone conduction headset.
