Bandung (ANTARA) - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyiapkan skema penertiban radikal terhadap berbagai bangunan di sempadan sungai seluruh Jawa Barat, termasuk pencabutan hak milik warga di zona tersebut.
Langkah radikal tersebut, diawali dengan desakan Dedi agar Kementerian Pekerjaan Umum (PU) segera menetapkan batas definitif kawasan lindung air di sempadan sungai, sebagai langkah yang memungkinkan pemerintah mencabut sertifikat hak milik (SHM) yang terlanjur terbit di zona-zona yang sejatinya terlarang tersebut.
Dalam keterangannya yang diterima di Bandung, Jumat, Dedi mengatakan hal ini didorong olehnya karena tata ruang di Jawa Barat mengalami anomali dengan masifnya alih fungsi lahan sempadan sungai, bahkan banyak yang berlindung di balik legalitas sertifikat perorangan, sehingga menyulitkan penanganan banjir.
Inventarisasi batas sempadan oleh Kementerian PU, dinilai Dedi sebagai dasar hukum krusial atau "senjata" bagi pemerintah daerah untuk memulihkan fungsi ekologis sungai yang kritis.
"Saya minta Kementerian PU segera menetapkan di mana saja titik sempadan sungai di Jawa Barat. Jika sudah ditetapkan secara resmi sebagai kawasan lindung, maka sertifikat perorangan yang terbit di atasnya tinggal dicabut oleh Kementerian ATR/BPN," kata Dedi.
Langkah tegas yang juga diutarakannya dalam Rakor Tata Ruang Jabar di Gedung Sate Bandung pada Kamis (18/12) ini, dinilai mendesak mengingat risiko bencana hidrometeorologi yang terus menghantui wilayah Jawa Barat akibat penyempitan badan air oleh bangunan komersial maupun hunian liar.
Selain persoalan sungai, Dedi mengungkap fakta mengkhawatirkan terkait sisa luasan hutan di provinsi dengan populasi terbesar di Indonesia ini. Berdasar catatan yang dimilikinya sisa kawasan hutan di Jawa Barat kini hanya berkisar 700 ribu hektare.
