Cirebon (ANTARA) - Tidak semua warisan masa lampau datang dari prasasti, naskah kuno, atau benda-benda pusaka. Jejak peninggalan itu bisa saja lahir dari hikayat yang berkembang di tengah kehidupan warga.
Hal seperti itu juga ditemukan di Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat.
Seperti banyak tempat di Jawa, kisah tentang asal-usul selalu melibatkan tokoh yang setengah nyata dan setengah mitos. Di Desa Belawa pun demikian.
Cerita rakyat ini mengisahkan tentang seseorang bernama Jaka Saliwa, pemuda dari masa lalu dengan wajah sebelah hitam dan sebelah putih. Dalam legenda, dia digambarkan mencari ilmu ke seorang ulama, berharap wajahnya bisa berubah.
Namun saat harapannya kandas, ia justru merobek kitab yang ia pelajari.
Dari kitab yang robek itu, kata warga, muncul mata air dan kura-kura pertama di Desa Belawa.
Sejak saat itu, hewan lunak bertempurung tersebut tinggal di sekitar sumber air, berkembang biak, dan tak pernah pergi.
Warga setempat menyebutnya kuya, sejenis bulus yang hidup di perairan air tawar.
Cikuya
Habitat kura-kura Belawa berada di sebuah kawasan bernama Cikuya. Lokasinya tidak begitu jauh dari kantor pemerintah desa.
Pengunjung yang ingin datang ke lokasi ini bisa melakukan perjalanan memakai sepeda motor atau kendaraan roda empat dengan jarak tempuh 22 km (sekitar 39 menit) dari pusat Kota Cirebon.
Bisa dibilang, Cikuya menjadi salah satu destinasi yang cukup tersohor di wilayah Cirebon bagian timur. Daya tariknya tentu karena keberadaan kura-kura yang mendiami kawasan ini.
