Cirebon (ANTARA) - Di sebuah ruang kerja sederhana di Desa Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, aroma khas kayu mahoni dan kulit manggis menguar dari wajan yang berisi cairan pewarna alami.
Di tempat itu, seorang perajin batik tampak tekun mengguratkan malam panas di atas kain putih, untuk menghidupkan pola-pola khas yang kaya akan cerita.
Di sudut lain, seorang ibu sedang mencelupkan kain ke dalam cairan warna pekat, mengulang proses itu hingga beberapa kali demi menghasilkan warna yang sempurna.
Suasana ini adalah gambaran keseharian di sentra batik Ciwaringin, sebuah tradisi yang telah hidup sejak akhir abad ke-18.
Bagi Fatoni, pengusaha sekaligus perajin batik di daerah tersebut, kondisi ini adalah napas sehari-hari yang tak pernah ia lupakan.
Pada medio November 2024, dia bercerita kepada ANTARA, bahwa asal-usul batik Ciwaringin bermula dari Babakan, sebuah wilayah di Cirebon yang dikenal sebagai pusat pendidikan agama Islam dengan hadirnya pondok pesantren.
Ia menuturkan seorang tokoh bernama Ki Madamin mengajarkan seni membatik di daerah itu. Namun, seiring berjalannya waktu, fokus di Babakan beralih ke pendidikan para santri, sehingga tradisi membatik diteruskan oleh masyarakat Ciwaringin.
“Dulu, kain dan batik dibuat di Babakan. Ilmunya diwariskan ke sini, dan kami teruskan hingga sekarang,” katanya.