Meski sempat mengalami kendala, ia tetap optimis terhadap masa depan batik, apalagi wastra khas Indonesia ini sudah ditetapkan sebagai warisan budaya yang diakui UNESCO.
Dengan harga mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah, batik Ciwaringin buatannya menawarkan nilai yang sepadan dengan proses pembuatannya.
Saat pesanan membeludak, ia bisa mendapatkan omzet sampai Rp15--Rp20 juta dari menjual kain batik.
Keberhasilannya menekuni usaha batik pun, turut menyerap tenaga kerja lokal khususnya dari kalangan ibu rumah tangga di desanya.
Di tempatnya ada delapan pekerja, namun ia juga membeli hasil dari perajin batik yang ada di Ciwaringin.
Motif yang bercerita
Batik Ciwaringin juga dikenal karena motif-motifnya yang sarat makna, seperti gribigan, tebu sekeret, raja gosi, pecutan, dan lainnya.
Motif-motif batik tersebut sudah dipatenkan serta menjadi identitas dan ciri khas untuk batik Ciwaringin.
Setiap motif itu menyimpan nilai sejarah dan makna filosofis yang tinggi. Artinya, para perajin batik di Ciwaringin tidak sekadar menggambar pola tertentu, namun menciptakan motif berdasarkan kondisi zaman.
Motif gribigan, misalnya, terinspirasi dari rumah-rumah tradisional di Ciwaringin sebelum kemerdekaan.
Sementara, motif pecutan menggambarkan perjuangan anak-anak belajar mengaji kepada kiai. Hadirnya corak ini bertujuan agar masyarakat tetap ingat untuk terus belajar ilmu agama Islam secara mendalam.