Jakarta (ANTARA) - Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang rencananya digelar pada Kamis pagi ini, batal digelar dan dijadwal ulang karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum.
"Oleh karena itu, kita akan menjadwalkan kembali rapat Bamus (Badan Musyawarah) untuk rapat paripurna karena kuorum tidak terpenuhi," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad di Ruang Paripurna Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Kamis.
Dasco mengatakan bahwa rapat paripurna itu hanya dihadiri 176 orang anggota DPR, yang terdiri atas 89 orang hadir secara fisik dan 87 orang izin tidak menghadiri secara langsung.
Jumlah tersebut tidak memenuhi persyaratan kuorum karena kurang dari 50 persen plus 1 total jumlah anggota DPR RI sebanyak 575 anggota. Selain itu, kuorum juga tidak terpenuhi karena tidak dihadiri perwakilan dari seluruh fraksi partai.
Setelah memaparkan kondisi tersebut, Dasco pun mengetok palu sidang tanda batalnya rapat paripurna tersebut. Setelah itu, para anggota DPR RI yang sudah berada di ruang rapat paripurna itu meninggalkan lokasi.
Sebelumnya, Rabu (21/8), Badan Legislasi DPR RI dan pemerintah menyetujui untuk melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.
Persetujuan yang disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI itu, rencananya akan dibawa ke rapat paripurna pada Kamis.
Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada hari ini. Pertama, penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Kedua, perubahan Pasal 40 dengan mengakomodasi sebagian putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan pilkada dengan memberlakukannya hanya bagi partai nonparlemen atau tidak memiliki kursi di DPRD.
Sementara itu, Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Indonesia mendesak pembentuk undang-undang yaitu DPR dan pemerintah untuk menghentikan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang saat ini tinggal menunggu disahkan dalam sidang paripurna DPR di Jakarta, Kamis.
Dewan Guru Besar UI dalam pernyataan sikapnya yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, menilai pembahasan revisi UU Pilkada mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan oleh Mahkamah pada Selasa (20/8).
“Pembahasan revisi UU Pilkada dengan mengabaikan Putusan MK Nomor 60 dan Putusan MK Nomor 70 sehari setelah diputuskan, nyata-nyata DPR sangat menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat,” kata Ketua DGB UI, Prof Harkristuti Harkrisnowo, membacakan sikap pernyataan DGB UI saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pakar: Putusan MK tidak dapat dianulir
Ia mewakili 60 lebih guru besar lintas keilmuan di Universitas Indonesia yang menyetujui pernyataan sikap itu, mengingatkan pembentuk undang-undang perubahan semacam itu dapat menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara, seperti MK versus DPR. Bagi DGB UI, situasi semacam itu hanya akan merusak kehidupan bernegara.
“Konsekuensi yang tak terelakkan adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan masyarakat,” kata guru besar ilmu hukum yang menyampaikan pernyataan sikap DGB UI itu.
Baca juga: Pakar minta Baleg hormati putusan MK demi stabilitas hukum-demokrasi
Dalam pernyataan yang sama, dia juga menyebut aksi para elite politik di DPR yang ingin merevisi UU Pilkada itu mengingkari sumpah jabatan mereka sebagai wakil rakyat.
“Para anggota dewan yang semestinya mengawal dan menjamin keberlangsungan Reformasi justru berkhianat dengan menolak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi yang dikeluarkan untuk menjaga demokrasi di negeri ini,” kata dia.
Ia lanjut menegaskan putusan MK bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara.
Baca juga: Pakar nilai revisi UU Pilkada akan cacat hukum kronis
Oleh karena itu, ada empat desakan yang disampaikan para guru besar Universitas Indonesia itu dalam pernyataan sikap mereka, yaitu menghentikan revisi UU Pilkada, bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan, meminta KPU segera melaksanakan dua putusan MK yang terbaru terkait pilkada.
Kemudian, DGB UI juga mengingatkan negara harus didukung penuh agar tetap tegar dan kuat dalam menjalankan konstitusi sesuai dengan perundang-undangan, serta mengingatkan kedaulatan rakyat adalah berdasarkan Pancasila.
Baca juga: Kelompok akademisi dan sipil desak DPR hentikan revisi UU Pilkada
Dari 60 lebih guru besar yang menyetujui pernyataan sikap itu, selain Harkristuti, guru besar lainnya antara lain Prof Indang Trihandini, Prof Siti Setiati, Prof Dr Jenny Bashiruddin, Prof dr Budi Sampurna, Prof Achmad Fauzi Kamal, Prof Ismail, Prof Anton Rahardjo, Prof Sarworini B Budiardjo, Prof Hanna Bachtiar, Prof Decky Joesiana Indriani, Prof Risqa Rina Darwita, Prof Sumi Hudiyono PWS, Prof Titin Siswantining, Prof Azwar Manaf, Prof Ivandini Tribidasari Anggraningrum, Prof Terry Mart, dan Prof Yulianto S Nugroho.
Baca juga: Mendagri: Revisi UU Pilkada harus disesuaikan dengan isu aktual
Kemudian, ada Prof Riri Fitri Sar, Prof Isti Surjandari Prajitno, Prof Nandy Setiadi Djaya Putra, Prof Nasruddin, Prof Sulistyowati Suwarno, Prof Ir Ruslan Prijadi, Prof Lindawati Gani, Prof Ratna Wardhani, Prof Sylvia Veronica Nalurita Purnama Siregar, Prof Bambang PS Brodjonegoro, Prof Bambang Wibawarta, Prof Dr Multamia Retno Mayekti Tawangsih, Prof Agus Aris Munandar, Prof Muhammad Luthfi, Prof Maman Lesmana, Prof Mirra Noor Milla, Prof Frieda Maryam Mangunsong Siahaan, Prof Farida Kurniawati, dan Prof Ali Nina Liche Seniati.
Baca juga: MK perjelas aturan syarat kepala daerah dan pejabat ikut kampanye
Masih ada Prof Adrianus E Meliala, Prof Donna Asteria, Prof Bambang Shergi Laksmono, Prof Valina Singka Subekti, Prof. Soedarsono Hardjosoekarto, Prof. Nurhayati Adnan, Prof Fatma Lestari, Prof Evi Martha, Prof R Budi Haryanto, Prof Wisnu Jatmiko, Prof Indra Budi, Prof Dana Indra Sensuse, Prof Eko Kuswardono Budiardjo, Prof Achir Yani S Hamid, Prof Setyowati, Prof Krisna Yetti, Prof Rr Tutik Sri Hariyati, Prof Yeni Rustina, Prof Hayun, dan Prof Yahdiana Harahap.
Baca juga: PDIP: KPU harus segera tindak lanjut putusan MK soal pilkada
Guru besar lain UI yang menyetujui pernyataan sikap itu, yaitu Prof Retnosari Andrajati, Prof Berna Elya, Prof Abdul Mun’im, Prof Eko Prasojo, Prof Irfan Ridwan Maksum, Prof Martani Huseini, Prof Haula Rosdiana, Prof Manneke Budiman, Prof Rosali Saleh, dan Prof Reny Hawari.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada batal karena tak penuhi kuorum