Jakarta (ANTARA) - Antara tinta-tinta di atas kertas, kabar berita tersampaikan menjadi kenangan dan catatan dari sepenggal kisah kemarin, demikian kalimat yang tertulis di sebuah lukisan berjudul "Jalan Kenangan: Antara" karya pelukis asal Bantul, Yogyakarta, Yaksa Agus.
Karya ini dia tunjukkan dalam sebuah pameran seni rupa bertema "Bergerak" yang diadakan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat sejak 21 Mei lalu dan dijadwalkan berakhir Sabtu (25 Mei) mendatang.
Yaksa menulis kalimat itu secara spontan usai menyelesaikan gambarnya di atas kanvas berukuran 60 x 50 cm. Dia mengaku tak pandai menulis puisi, namun ingin meninggalkan gagasan yang terbersit dalam benaknya dalam bentuk sajak. Bedanya dengan para pujangga kebanyakan, Yaksa menuliskan kata-kata puitis hanya di atas karya berupa lukisan yang punya ikatan dengannya.
Selain "Jalan Kenangan: Antara", dia juga melukis "Jalang Kenangan: Aneta" dengan dominasi warna oranye untuk menangkap suasana sore gedung yang kini menjadi bagian dari kompleks ANTARA Heritage Center (AHC), milik Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA yang diresmikan pada Mei 2024.
Pada lukisan "Jalan Kenangan: Antara", Yaksa menambahkan gambar warung-warung tenda pada bagian depan gedung. Memang, beberapa tahun silam, warung tenda menghiasi bagian depan gedung dengan logo dan tulisan "antara news" tersebut.
Sementara pada satu lukisan lainnya, berjudul "Jalan Kenangan: Aneta", dia meniadakan warung tenda di bagian depan gedung, meninggalkan gedung benar-benar berdiri kokoh sendirian. Aneta (ANETA) tak lain Kantor Berita Algemeen Nieuws-en Telegraaf-Agentschap yang didirikan wartawan Dominique Willem Berretty.
Kedua lukisan gedung tersebut bukan karya pertamanya terkait Aneta dan Antara. Sebelumnya dia sudah melukis gedung serupa lebih dari 10 kali. Pada masing-masing lukisan, hanya berbeda periode waktu pembuatan dan cara mengekspresikan ide. Yaksa biasanya menyelesaikan lukisannya dalam hitungan jam.
"Awalnya saya masih membuat langitnya, gradasi. Semi-semi realistis. Kemudian bergeser semakin ekspresif lalu semakin spontan, tidak mengejar detail lagi. Ini otomatis," kata dia yang sudah sejak lama melukis menggunakan cat minyak itu.
Sosok Berretty
Yaksa menempuh pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Yogyakarta tahun 1991 dan Institusi Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1996. Semenjak menjadi mahasiswa seni, dia bukan sekali atau dua kali berjalan-jalan khususnya di Pasar Baru.
Setiap berjalan-jalan dia selalu membuat sketsa. Awalnya hanya untuk kebutuhan tugas kuliah, namun dia keterusan hingga kini. Di antara waktu kunjungan ke Pasar Baru, tahun 1997 menjadi waktu yang menurut dia berkesan. Sayang dia tak sempat bercerita jauh tentang ini.
"Dulunya pernah diajak lewat oleh ibu. Awalnya kan pernah tinggal di Slipi, ibu saya. Hanya lewat. Tapi kan kenangan itu, 'Oh kalau pelukis itu di Pasar Baru'. Dari situ, kemudian saya tertarik dengan beberapa gedung dan saya tertarik dengan Gedung Aneta, Antara," jelas pria yang kala itu mengenakan pakaian dan kopiah serba hitam.
Melihat gedung lama Antara dengan ciri khas jam besar di salah satu menaranya membuat Yaksa teringat tentang berita proklamasi yang disiarkan dari sana dan disebarkan ke seluruh dunia. Baginya, ini bukan hanya sekadar sebuah monumen pers, tetapi dari sanalah terkabarkan sebuah gerakan kebudayaan. Kemudian, berbagai peristiwa kebudayaan juga akan dibuat di sana mulai hari ini hingga masa mendatang.
"Hari ini, gedung itu masih ada dan masih mengawal berita. Semoga ada rezeki berpameran di Gedung Antara. Mungkin ada beberapa karya lama yang pernah saya bikin," demikian kata dia ketika ditanya harapannya di masa depan.
Dari ketertarikannya pada gedung Antara, Yaksa lalu mengulik sejarah bangunan yang ternyata dulunya didirikan tahun 1917 oleh Dominique Willem Berretty. Dia kemudian tertarik pada sosok Berretty yang menurut penelusurannya lahir dari seorang ibu yang berprofesi sebagai penari keraton di Yogyakarta, sementara sang ayah menempuh profesi sebagai guru di Kotabaru.
Ketertarikan atau mengutip kata dalam istilah masa kini "ngefans" pada Berretty lalu membuatnya semakin dalam mempelajari pria itu melalui tulisan dan bangunan-bangunan miliknya, termasuk Vila Isola yang kini menjadi bagian dari area kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudi No.229, Bandung, Jawa Barat.
Dia pun banyak melukis bangunan vila itu dan saat pandemi COVID-19 tahun 2020, Yaksa memperlihatkan karya-karyanya dalam pameran tunggal bertema "TITIR: Warning" di Yogyakarta. Pameran ini tepat diadakan pada 1 April 2020 dan saat itu hanya bisa dinikmati melalui kanal media sosial Facebook dan Instagram miliknya.
Yaksa tak main-main dengan rasa tertariknya pada sosok Berretty dan gedung peninggalannya, khususnya Gedung Aneta dan Villa Isola. Dua tahun berselang sejak pameran tunggalnya, dia membawa lukisan kedua gedung tersebut di Guangzhou, China.
Melalui pameran itu, dia bercerita tentang kabar dan mengisolasi diri karena pandemi COVID-19. Yaksa terinspirasi dari pilihan Berretty yang menyepi di dalam bangunannya ketika medianya mengalami masalah. Dia mengatakan mengisolasi diri itu sangat mahal.
Pameran "Bergerak"
Yaksa menjadi satu dari 12 pelukis yang karyanya ditunjukkan dalam pameran "Bergerak". Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan Yaksa dan 11 pelukis lainnya memiliki kaitan dan kenangan terhadap kehidupan kota dan pasar seni di Jakarta.
Ke-11 seniman ini yakni Agus Baqul Purnomo, Alex Luthfi R, Alya Nurshabrina Samadikun, Anugerah Eko Triwahyono, Gogor Purwoko, Handoyo, Nasirun. Lalu, masPadhik, Sahat Simatupang, Kembang Sepatu alias Setyo Purnomo, dan Totok Buchori.
Selain pameran, acara ini juga diramaikan dengan berbagai hiburan seperti pertunjukan musik dan diskusi kebudayaan yang menghadirkan para akademisi.
Iwan berharap pelibatan akademisi pada kegiatan seni dan budaya dapat membantu mengembangkan bidang tersebut sesuai perkembangan zaman dan pada akhirnya berkontribusi nyata pada pengembangan kota. Oleh karena itu, dia berkomitmen mengadakan kegiatan serupa setiap tahunnya.
Di sisi lain, dia tak menampik pandemi COVID-19 yang sempat meredupkan gema aktivitas seni di berbagai tempat. Walau begitu, semangat seniman tak pernah padam dan mereka terus bergerak dengan energi masing-masing, berkarya di berbagai ruang dinamis, baik di dalam maupun luar Jakarta.
Pameran ini, bagi dia, merupakan manifestasi hasrat tak terbendung untuk terus bergerak menghasilkan karya-karya bermutu tinggi meskipun dilanda gelombang perubahan tiada akhir.
Sementara itu, seniman Alex Luthfi berpendapat pameran ini mempertemukan kembali persahabatan lintas generasi yang sudah lama terjalin sejak tahun 1980 hingga saat ini. Pameran "Bergerak" menyibak dimensi-dimensi tersembunyi ideologi pelukisnya.
Kekuatan utama ekspresi seni para pelukis yang berpartisipasi mengacu pada penggunaan aspek emosional dan intuitif diri, yang merupakan gambaran tentang kehidupan mengandung pandangan-pandangan pribadi mengenai suatu peristiwa dan objek umum yang lekat dengan jiwanya.
Ini salah satunya terwujud melalui karya "Jalan Kenangan: Antara" dan "Jalan Kenangan": Aneta" karya Yaksa Agus. Bicara kenangan, Yaksa juga menelurkan karya lainnya bertema serupa tentang Rumah Raden Saleh.
Selamat menyusuri kenangan, wahai para pemburu nostalgia. Apa ada Antara di antara kenangan itu?
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ada ANTARA di Jalan Kenangan sang Yaksa
Ada ANTARA di Jalan Kenangan sang Yaksa Agus
Jumat, 24 Mei 2024 19:00 WIB