Tantangan
Walau sudah beroperasi, BRT Bandung Raya yang ada dan direncanakan, kebanyakan masih mengambil rute bus yang dimiliki Damri dan hanya berada di jalur utama, yang merupakan jalur "gemuk" yang berpotensi adanya tumpang tindih dengan operator transportasi yang sudah ada, seperti angkot.
Akibat hanya berada di jalur utama, proyek BRT ini berpotensi tidak mengakomodasi kawasan-kawasan padat penduduk, misalnya, daerah Bojongsoang, Antapani, dan lainnya sehingga tetap menciptakan kepadatan lalu lintas.
Belum lagi masalah infrastruktur, seperti halte yang tidak representatif, tempat naik-turun yang tidak informatif, tidak adanya kebijakan dan sosialisasi untuk mendorong penggunaan angkutan umum.
"Pengelolaan ini harus serius karena Bandung sudah terlambat untuk (menerapkan) BRT. Sekarang ada kesempatan dengan adanya kereta cepat. Jadi, BRT diutamakan dengan dibantu Pemerintah Pusat. Sekarang tinggal pemerintah daerahnya, dengan dukungan berupa kebijakan, infrastruktur, dan pengelolaan konfliknya. Ini perlu disiapkan," kata pakar transportasi dari ITB Sony Sulaksono.
Dinas Perhubungan Jabar tidak menampik memang ada beberapa masalah yang perlu dibenahi. Adapun langkah percepatan pembenahan, telah dilakukan kesepakatan antarpimpinan daerah di Cekungan Bandung, Pemprov Jabar, dan Kementerian Perhubungan.
Perjanjian tersebut menegaskan pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing menjadi lebih jelas sehingga tidak tumpang tindih, mulai dari pendanaan (Pemerintah Pusat), sistem manajemen (Pemprov Jabar), infrastruktur utama dan pendukung, sosialisasi dan kebijakan (pemprov dan kabupaten/kota), hingga pengelolaan konflik (pemkot/pemkab).
"Memang harus kerja bersama, termasuk dalam menyusun solusi atas masalah jaringan yang tidak menjangkau semua lokasi. Juga kebijakan untuk mendorong penggunaan angkutan umum ganjil genap, jalan berbayar, atau lainnya," kata Kepala Bidang Pengembangan Transportasi Dishub Jabar Dhani Gumelar.
Dari sisi keterjangkauan jaringan transportasi ini, ke depan bersama pemerintah daerah, akan dibangun jaringan angkutan pengumpan yang diisi oleh angkot dengan juga merevitalisasi rutenya agar tidak melalui jalan utama sehingga tidak tumpang tindih.
Pada tahun 2024 ada pengadaan angkutan pengumpan pada tiga jalur angkot yakni Cicaheum-Cileunyi, Gedebage-Majalaya, Leuwipanjang-Padalarang untuk mendukung sistem BRT yang ada, dengan anggaran hampir Rp5 miliar lewat sistem bayar kinerja atau BTS per kilometer.
"Angkotnya dibuat senyaman mungkin, pakai AC, tepat waktu, dan sopir tidak dikejar setoran. Ultimate goals-nya nanti diharapkan ada 100 koridor pengumpan dan kecepatan di jalan 40 km/jam," ucapnya.
Mencegah "neraka" kemacetan di Bandung Raya dengan BRT
Oleh Ricky Prayoga Sabtu, 27 April 2024 5:58 WIB