Bandung (ANTARA) - "Bandung macet, apalagi kalau weekend". Keluhan klasik ini sering keluar dari masyarakat Bandung dan sekitarnya, juga kerap dilontarkan oleh orang-orang dari luar kota.
Hal tersebut mungkin baru terjadi dalam kurun 1 dekade terakhir ketika kawasan Bandung makin berkembang signifikan di berbagai aspek termasuk penduduk dan kendaraan bermotor.
Di sisi lain, kendaraan umum makin jarang terlihat. Padahal 1990-an sampai 2000-an, kendaraan umum seperti angkot dan Bus Damri masih terlihat lalu lalang.
Bahkan, Bus Damri di masa itu dengan tampilan kaca terbuka karena tanpa AC, dan penumpang yang penuh sesak hingga badan bus tak jarang miring ke kiri, menjadi cerita kenangan tersendiri sejumlah warga Bandung.
Kenangan yang tidak mengenakan, tapi kadang memunculkan rasa rindu tersendiri itu, tampaknya akan sulit terulang karena kawasan ini kian dipadati penduduk dan kendaraan pribadi.
Sampai tahun 2022 saja, wilayah Bandung Raya seluas 349.750 hektare yang meliputi lima wilayah kota/kabupaten, memiliki penduduk sekitar 9,76 juta jiwa.
Dengan penduduk sebanyak itu, mobilitas warga di kawasan ini merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia, dengan potensi peningkatan volume lalu lintas 10 sampai 15 persen per tahun.
Pergerakan orang di Bandung Raya dari barat ke timur didominasi oleh Kota Bandung dan Kota Cimahi, yaitu antara Cibiru sampai Cimahi, sementara dari Utara ke Selatan didominasi oleh Kabupaten Bandung seperti Bojongsoang, Kopo, Dayeuhkolot ke Kota Bandung dan sebaliknya.
Penggunaan jenis kendaraan terbanyak adalah angkutan pribadi sebesar 86,6 persen atau pergerakan 7,24 juta orang, dan angkutan umum sebesar 13,4 persen atau pergerakan 1,12 juta orang.
Mencegah "neraka" kemacetan di Bandung Raya dengan BRT
Oleh Ricky Prayoga Sabtu, 27 April 2024 5:58 WIB