Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengatakan bahwa pihaknya bakal memaksimalkan tenggat waktu memutus Perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden, yakni 14 hari kerja sejak permohonan tercatat di MK.
“Kami tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan. Di luar itu kan kadang-kadang itu instrumen yang di luar kemampuan kami,” ujar Suhartoyo, saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/3) malam.
Suhartoyo mengatakan tenggat waktu 14 hari kerja sejatinya cukup singkat untuk memutus perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden. Hal itu mengingat bakal banyak saksi yang perlu diperiksa pada perkara PHPU tersebut.
“Di pilpres tahun lalu, yang 2019, kami bisanya hanya mendengar 15 saksi, kan. Iya kan? Yang 2019 coba ingat. Nah, sekarang (misalkan) ada 1.000 dalil, saksinya harus 1.000. Kapan kami mau periksa 1.000 saksi itu?” ujar Suhartoyo pula.
Padahal, kata Ketua MK itu lagi, setiap dalil yang diajukan pihak pemohon harus dibuktikan. Pembuktian bisa dilakukan dengan banyak cara, yakni melalui surat, saksi, atau ahli; jika dalil yang diajukan banyak, dia menyebut tenggat waktu 14 hari kerja itu terasa singkat.
“100 dalil, apa kami mau mendengar 100 saksi? Kapan waktunya,14 hari?" ujar Suhartoyo.
“Insya Allah. Kalau hari itu sepertinya absolut loh, limitatif, enggak bisa ditawar itu,” katanya pula.
Adapun, Pasal 50 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden mengatur bahwa perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden diputus dalam tenggang waktu paling lama 14 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MK memaksimalkan tenggat 14 hari putus PHPU Presiden-Wakil Presiden