Alasan itu pun akhirnya dapat diterima oleh pemohon yang kemudian rela pulang dengan berbekal obat yang diberikan oleh Sri dari klinik.
Motivasi
Kini, genap 10 tahun Sri mengabdi sebagai tenaga kesehatan di tujuh klinik pedalaman Papua, yakni satu klinik di Tolikara, dua klinik di Intan Jaya, dua klinik di Yahukimo, satu klinik di Boven Digoel, dan satu klinik di Asmat.
Perkenalan Sri dengan masyarakat pedalaman Papua dimulai saat bergabung dalam program Clinton Foundation untuk mengurangi prevalensi HIV di Tanah Papua pada 2013.
Sri diminta membantu pelayanan di rumah sakit dan puskesmas yang memiliki layanan HIV, sebelum akhirnya bergabung dengan Siloam untuk membuka klinik sambil mendampingi program Sekolah Lentera Harapan.
Menjalani profesi sebagai dokter di zona konflik menjadi keputusan hidup yang ia ambil hingga saat ini. Alasannya, ada banyak masyarakat Papua yang jatuh sakit dan butuh akses kesehatan seperti halnya masyarakat di perkotaan.
Data Kementerian Kesehatan RI pada 2022 melaporkan terdapat kurang dari 600 dokter di tiga provinsi di Tanah Papua, yakni Papua Selatan 193 dokter, Papua Tengah 247 dokter, dan Papua Pegunungan sebanyak 154 dokter.
Jumlah tersebut terpaut jauh bila dibandingkan dengan situasi di Pulau Jawa yang mencapai ribuan dokter dalam satu wilayah kota besar.
Sri mengklasifikasikan daftar penyakit yang paling sering ia tangani dari rata-rata sekitar 1.000 lebih pasien per bulan di tujuh kliniknya, yakni HIV, tuberkulosis, malaria, kekurangan gizi, hingga imunisasi.
Tantangan geografis yang menyebabkan sulitnya koordinasi layanan membuat orang di pedalaman Papua belum dapat layanan kesehatan yang memadai seperti halnya masyarakat kota.
Nyali dokter Sri Hartati melayani warga di pedalaman Papua
Oleh Andi Firdaus Jumat, 18 Agustus 2023 19:40 WIB