Surabaya (ANTARA) - Tidak terbantahkan bahwa Syekh Panji Gumilang sempat menjadi bagian dari pegiat Negara Islam Indonesia (NII) KW IX dan akhirnya Ma'had Al Zaytun pun dicurigai sebagai "benteng terakhir" NII.
Namun, kecurigaan itu sudah kuno, karena dalam wawancara khusus (radarcirebon.com 12/6/2023) Panji Gumilang menegaskan bahwa Al Zaytun menanamkan pendidikan Pancasila dan pendidikan itu tidak bakal ada jika pola pendidikan yang diterapkan seperti yang dituduhkan.
"Tudingan tersebut disampaikan oleh orang yang bicara semaunya, tentu saja tuduhan tersebut tanpa bukti. Coba lihat langsung bagaimana lahirnya Pancasila (dasar negara) diperingati setiap tahun di Ma'had Al Zaytun," katanya, menghindari polemik.
Bahkan, nilai-nilai dasar negara Pancasila yang lima sila itu juga diajarkan di ruang kelas. Kepada siswa/santri disampaikan bahwa dasar negara Indonesia ini universal. "Bisa dipakai negara lain kalau mau," katanya.
Misalnya, Ketuhanan yang Maha Esa. Bisa saja negara komunis mengakui ada sesuatu yang maha besar. Sila ke-2, mengakui kemanusiaan yang adil dan beradab. Semua negara juga mengenal persatuan (sila ke-3). Demokrasi juga sesuai sila ke-4. Semua orang menginginkan keadilan sosial (sila ke-5).
Dulu, ada P4, tapi sekarang tidak ada. Namun, Al Zaytun tetap menanamkan dasar negara itu, bahkan seluruh pelajaran harus dikaitkan dengan dasar negara.
Tudingan dari Ken Setiawan dari NII Crisis Center yang dibantah adalah soal siswa yang boleh berzina dengan membayar Rp2 juta, naik haji di Ma'had Al Zaytun, ibadah di Al Zaytun tidak diwajibkan, puasa tidak diwajibkan, dan sebagainya.
Praktik itu tidak ada di Al Zaytun. "Jangankan berzina, hanya memegang tangan saja bisa menjadi masalah besar dan urusannya bisa sampai ke yayasan," kata Muhammad Ikhsan, alumni Al Zaytun (2000-2006).
Telaah: "Sesat" Panji Gumilang dari NII ke "agama baru"
Rabu, 12 Juli 2023 20:50 WIB