Namun, "selesainya" NII dan tudingan terkait itu tidak "menyelesaikan" persoalan di Al Zaytun, karena Facebook/FB Panji Gumilang sejak 2018-2019 terlihat aneh, berbeda, dan membingungkan terkait ibadah/religi, misalnya Shalat Idul Fitri yang viral.
"Saya yang pertama bikin konten di Tiktok soal shalat itu, tapi kita harus memisahkan antara Al Zaytun dengan NII," kata Ikhsan tentang lembaga di bawah YPI (Yayasan Pesantren Indonesia) itu yang tercatat dalam data EMIS Kemenag memiliki 1.289 siswa MI, 1.979 siswa MTs, dan 1.746 siswa MA, serta siswa mendapat dana BOS.
Penyimpangan "Agama Baru"
Pakar intelijen yang alumni Pesantren Krapyak KH As’ad Said Ali menegaskan bahwa "penyimpangan" Panji Gumilang (PG) bukan hal baru-baru saja (2018-2019), karena sejak awal 1970-an, PG memang tertarik mendalami ajaran Isa Bugis, seorang ustadz asal Aceh.
PG menjadikan pengikutnya yang eks DI/NII sebagai pengikut Ajaran Isa Bugis, terutama di daerah Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, sehingga terjadi konflik dengan masyarakat sekitar yang menolak kegiatan mereka dan menganggapnya sebagai aliran sesat.
Para pengamat umumnya memandang Ajaran Isa Bugis yang kemudian diadopsi oleh Al Zaitun, sejatinya merupakan pemahaman Islam berdasarkan pemikiran 'Synkretisme' dan 'Eklektisisme'.
Menurut mantan Wakil Kepala BAKIN (purna 2011) dan mantan Wakil Ketua Umum PBNU (2010-2015) itu, Synkretisme merupakan suatu paham yang menggabungkan atau mencampurkan ajaran berbagai agama menjadi "ajaran baru".
Sementara itu, eklektisisme merupakan pola pikir yang mengambil berbagai pendapat/teori yang dianggapnya benar untuk digabung menjadi "pendapat baru".
Dengan demikian, agama yang diajarkan oleh Al Zaitun meskipun menggunakan label "Islam", tetapi secara esensial dianggap oleh pemeluk Islam umumnya telah menyimpang dari Islam atau dianggap sebagai aliran sesat.
Telaah: "Sesat" Panji Gumilang dari NII ke "agama baru"
Rabu, 12 Juli 2023 20:50 WIB