Tingginya angka penderita TBC meninggal di Cianjur, katanya, karena masih banyak warga merasa penanganan tidak perlu rutin meski risiko hampir sama dengan COVID-19, yakni dapat mengancam nyawa penderita, sehingga pengobatan dihentikan ketika penderita merasa sudah sembuh.
Ia menjelaskan TBC sebagai berbahaya. Untuk mencapai kesembuhan, pasien harus menjalani pengobatan dalam jangka waktu cukup lama hingga tuntas.
Ia menjelaskan kalau pengobatan mereka tidak tuntas terjadi resistensi obat sehingga pengobatan harus diulang dari awal dengan biaya cukup mahal.
"Dinkes akan menggenjot sosialisasi, bagaimana mencegah, bahayanya, dan bagaimana pengobatan secara tuntas dengan harapan Cianjur dapat mencapai target zero kasus tahun 2030," katanya.
Pihaknya akan berkoordinasi lintas dinas agar dapat menyosialisasikan bahaya TBC ketika tidak diobati secara tuntas, terlebih saat ini warga sudah terbiasa dengan adaptasi kebiasaan baru dengan menjalankan prokes saat beraktivitas.
Baca juga: Dinkes Cianjur gencarkan penanganan TBC