Jakarta (ANTARA) - Anggota Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Meliala mengungkapkan hasil pemeriksaan terkait tata kelola kawasan Kampung Arab di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/7).
Adrianus mengungkapkan bahwa dari hasil investigasi Ombudsman RI, hingga kini masih belum terdapat data yang pasti mengenai jumlah imigran di Kampung Arab Cisarua.
"Kepada Ombudsman, aparat setempat mengaku kesulitan melakukan pendataan dikarenakan para imigran yang sering berpindah-pindah tempat," ujar Adrianus dalam rilis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ombudsman RI menyarankan agar Bupati Bogor segera melakukan pendataan para pencari suaka atau imigran secara terpadu, guna kemudahan melakukan pengawasan dan mengetahui kepastian jumlah imigran, serta melakukan koordinasi secara aktif dengan instansi pusat yang terkait dengan penanganan imigran.
Ombudsman RI juga menemukan terdapat WNA di Kawasan Kampung Arab Cisarua melakukan pekerjaan di sektor informal seperti berdagang di pasar, menjadi tukang pangkas rambut, penjual parfum dan sebagainya.
Menurut Adrianus, itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai penggunaan tenaga kerja asing.
Imigran yang telah lama menetap di Indonesia, tidak menutup kemungkinan juga menikah dengan warga sekitar dan memperoleh anak.
Berdasarkan investigasi Ombudsman, belum terdapat pembuatan akta kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA), dan administrasi kependudukan lainnya untuk anak hasil perkawinan campur hingga saat ini
Ombudsman RI juga menyoroti dugaan penyelundupan hukum, dimana tanah atau aset yang dijadikan tempat usaha, khususnya vila, diduga dimiliki oleh orang asing dan dikelola oleh penduduk lokal.
"Secara administratif nama yang tertera di sertifikat adalah nama penduduk lokal, namun pemilik sebenarnya adalah WNA," kata dia.
Ombudsman juga menemukan terdapat Papan Reklame bertuliskan Arab di sepanjang ruas jalan wilayah Desa Tugu Selatan, hal tersebut dikhawatirkan terdapat penyebutan yang tidak sesuai dan berkesan menyesatkan.
“Belum terdapat Perda yang mengatur mengenai penggunaan Bahasa Indonesia, sebagaimana telah diatur dalam UU No. 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia,” ujar Adrianus.
Ia menyampaikan agar perbaikan dapat dilakukan Bupati Bogor, dengan memerintahkan Camat dan Kepala Desa untuk meningkatkan pengawasan terkait keberadaan WNA, serta melakukan pendataan dan pelaporan setiap bangunan dan tempat usaha yang terindikasi dimiliki orang asing.
Bupati Bogor juga disarankan berkoordinasi secara aktif dengan Kantor Pertanahan Bogor untuk mengetahui perkembangan terkait status kepemilikan tanah yang terindikasi dimiliki orang asing yang melakukan pelanggaran.
Adrianus mengatakan jika pemerintah Kabupaten Bogor tidak segera mengambil langkah pembenahan, maka dapat berpotensi maladministrasi yaitu tindakan pembiaran.
Selain itu, belum dilaksanakannya amanat Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri juga berpotensi menjadi maladministrasi berupa tindakan pengabaian kewajiban hukum.
“Pemkab Bogor agar segera melokalisir dan menyediakan tempat penampungan bagi para imigran sebagaimana amanat Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,” ujar Adrianus dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Baca juga: Bareskrim periksa tiga pemilik villa di Bogor diduga fasilitasi kawin kontrak
Baca juga: Turis asing tetap ramaikan Puncak Bogor di tengah wabah corona