LIPI target uji validasi RT LAMP deteksi COVID-19 Agustus-September
Jumat, 26 Juni 2020 12:48 WIB
Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko menargetkan perangkat deteksi COVID-19, yakni reverse transcription loop-mediated isothermal amplification (RT-LAMP) turbidimetri akan selesai uji validasi pada Agustus atau September 2020.
"Harapannya bulan Agustus atau September uji validasi dan optimalisasi sudah selesai," katanya dalam pertemuan dengan media secara virtual, Jakarta, Jumat.
LIPI sedang menggunakan dua RT-LAMP yang masing-masing menggunakan metode yan berbeda, yakni turbidimetri dan kolorimetri.
RT-LAMP turbidimetri saat ini sudah sampai pada tahap mampu mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Sementara, RT-LAMP kolorimetri masih belum sampai pada tahap tersebut. Proses pengembangan RT-LAMP dengan dua metode berbeda itu terus berlanjut.
Ia menjelaskan bahwa LIPI dan PT Biosains Medika Indonesia bekerja sama mengembangkan RT-LAMP tersebut.
Untuk dapat setara dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), kata dia, maka perlu pengembangan perangkat RT-LAMP yang lebih akurat lagi.
Menurut dia RT-LAMP mampu memberikan hasil reaksi deteksi virus SARS-CoV-2 dalam waktu satu jam.
RT-LAMP memiliki sensitivitas yang sama dengan quantitative reverse transcription PCR (RT-qPCR). RT-LAMP telah digunakan untuk mendeteksi virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan influenza.
Reagen untuk reaksi LAMP juga tersedia dan berbeda dengan yang digunakan pada uji PCR.
Selain itu, RT-LAMP mampu menggantikan tes cepat karena tes cepat karena RT-LAMP akan lebih akurat dengan langsung mendeteksi virusnya, berbeda dengan alat tes cepat yang mendeteksi COVID-19 berdasarkan antibodi yang terbentuk setelah tujuh hari dari infeksi awal, dan bisa memberikan hasil positif palsu (false positive) COVID-19.
Oleh karena itu, hasil reaktif dari tes cepat harus dikonfirmasi dengan hasil uji usap (swab test) dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan metode PCR.
"RT-LAMP ini bisa lebih diandalkan dari pada 'rapid test' (tes cepat) yang berbasis antibodi," ujarnya.
Setelah lolos uji validasi, maka dapat diperoleh izin edar RT-LAMP dari Kementerian Kesehatan sehingga alat tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi COVID-19 di tengah masyarakat, demikian Laksana Tri Handoko .
Baca juga: UGM kembangkan alat deteksi COVID-19 dengan radiografi digital
Baca juga: Unpad kembangkan alat tes COVID-19 bernama Deteksi Ce-PAD
Baca juga: Alat deteksi COVID-19 Unpad dan ITB masuki validasi sampel virus
"Harapannya bulan Agustus atau September uji validasi dan optimalisasi sudah selesai," katanya dalam pertemuan dengan media secara virtual, Jakarta, Jumat.
LIPI sedang menggunakan dua RT-LAMP yang masing-masing menggunakan metode yan berbeda, yakni turbidimetri dan kolorimetri.
RT-LAMP turbidimetri saat ini sudah sampai pada tahap mampu mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Sementara, RT-LAMP kolorimetri masih belum sampai pada tahap tersebut. Proses pengembangan RT-LAMP dengan dua metode berbeda itu terus berlanjut.
Ia menjelaskan bahwa LIPI dan PT Biosains Medika Indonesia bekerja sama mengembangkan RT-LAMP tersebut.
Untuk dapat setara dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), kata dia, maka perlu pengembangan perangkat RT-LAMP yang lebih akurat lagi.
Menurut dia RT-LAMP mampu memberikan hasil reaksi deteksi virus SARS-CoV-2 dalam waktu satu jam.
RT-LAMP memiliki sensitivitas yang sama dengan quantitative reverse transcription PCR (RT-qPCR). RT-LAMP telah digunakan untuk mendeteksi virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan influenza.
Reagen untuk reaksi LAMP juga tersedia dan berbeda dengan yang digunakan pada uji PCR.
Selain itu, RT-LAMP mampu menggantikan tes cepat karena tes cepat karena RT-LAMP akan lebih akurat dengan langsung mendeteksi virusnya, berbeda dengan alat tes cepat yang mendeteksi COVID-19 berdasarkan antibodi yang terbentuk setelah tujuh hari dari infeksi awal, dan bisa memberikan hasil positif palsu (false positive) COVID-19.
Oleh karena itu, hasil reaktif dari tes cepat harus dikonfirmasi dengan hasil uji usap (swab test) dengan pemeriksaan laboratorium menggunakan metode PCR.
"RT-LAMP ini bisa lebih diandalkan dari pada 'rapid test' (tes cepat) yang berbasis antibodi," ujarnya.
Setelah lolos uji validasi, maka dapat diperoleh izin edar RT-LAMP dari Kementerian Kesehatan sehingga alat tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi COVID-19 di tengah masyarakat, demikian Laksana Tri Handoko .
Baca juga: UGM kembangkan alat deteksi COVID-19 dengan radiografi digital
Baca juga: Unpad kembangkan alat tes COVID-19 bernama Deteksi Ce-PAD
Baca juga: Alat deteksi COVID-19 Unpad dan ITB masuki validasi sampel virus