Bandung (ANTARA) - Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkumham, Jhoni Ginting mengatakan demi memaksimalkan efisiensi kapasitas lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan negara (Rutan), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 perlu direvisi atau disempurnakan agar mengurangi dominasi warga binaan kasus narkoba.
"(Warga binaan narkoba) tidak bisa mendapat remisi dikarenakan adanya PP Nomor 99, ini kita sarankan untuk segera disempurnakan. Biar bisa dapat remisi," kata Jhoni di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin.
Dia menjelaskan, dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, ada tiga kategori warga binaan yang tidak mendapatkan hak remisi yaitu kasus korupsi, terorisme dan narkoba. Namun, kata dia, warga binaan kasus narkoba perlu mendapat remisi.
Menurutnya, saat ini 60 persen penghuni penjara di Jawa Barat adalah warga binaan kasus narkoba. Hal tersebut, kata dia, menyebabkan kelebihan kapasitas di sejumlah lapas atau rutan.
"Jadi memang kasus narkoba ini jumlahnya besar dibanding yang lain. 60 persennya itu narkoba. Jadi kita mendorong remisi itu, agar mengurangi jumlah warga binaan," kata dia.
Seharusnya, kata dia, warga binaan yang terjerat kasus narkoba lebih baik menjalani masa rehabilitasi ketimbang dimasukan ke dalam penjara.
Walaupun demikian, kata dia, ada solusi jangka panjang untuk mengatasi kelebihan kapasitas, yaitu dengan membangun infrastruktur baru.
"Ini sekarang lagi dibangun kan, Tigaraksa lagi dibangun dan beberapa tempat dibangun," kata Jhoni.
Sementara itu, Kepala BNN Provinsi Jawa Barat Sufyan Syarif mengaku pihaknya sudah memiliki tim terpadu untuk kasus narkoba. Menurutnya tim tersebut akan memilah antara pengedar dan pemakai narkoba.
"Tentu kalau pengedar kita serahkan ke proses hukum, kalau pengguna kita dorong rehabilitasi. Karena memang kasus narkoba ini, 70 persennya pengguna, 30 persen pengedar," kata Sufyan.
Baca juga: Petugas imigrasi, rutan dan lapas di Jabar akan dikumpulkan