Bandung (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan Sekretaris DPRD Kabupaten Bekasi tahun 2022-2024 berinisial RAS (Rahmat Atong) untuk penyidikan kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Bekasi 2022-2024 yang menimbulkan kerugian negara Rp20 miliar.
"Untuk tersangka RAS dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Kebon Waru selama 20 hari ke depan mulai dari tanggal 9 Desember sampai dengan tanggal 28 Desember 2025 berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor Han: PRINT-3421/M.2.5/Fd.2/12/2025 tanggal 9 Desember 2025," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar Roy Rovalino di Bandung, Rabu.
Roy menjelaskan penahanan ini merupakan tindak lanjut dari penyidikan yang dilakukan hingga tim penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menetapkan dan melakukan penahanan terhadap para tersangka korupsi tunjangan perumahan DPRD Kabupaten Bekasi 2022-2024, yakni RAS, dan S yang merupakan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi 2022-2024.
"Untuk tersangka S tidak dilakukan penahanan, dikarenakan sedang menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin," ujar Roy.
Roy menjelaskan perkara tersebut terjadi pada tahun 2022, saat anggota DPRD Kabupaten Bekasi meminta kenaikan tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD, selanjutnya Sekretaris DPRD (RAS) menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Antonius untuk melakukan perhitungan penilaian tunjangan perumahan berdasarkan SPK No 027 / 05 PPK / APM.PRM/I/2022 tentang Belanja jasa konsultasi tunjangan perumahan tanggal 26 Januari 2022 yang ditandatangani oleh RAS yang juga sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Setelah dilakukan perhitungan oleh KJPP, diperoleh nilai tunjangan perumahan untuk ketua DPRD sebesar Rp42.800.000, wakil ketua Rp30.350.000, dan anggota Rp19.806.000, namun hasil tersebut tidak disetujui oleh pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya, kata Roy, KJPP hanya menghitung untuk Ketua DPRD saja, dan terhadap perhitungan wakil dan anggota DPRD ditentukan sendiri oleh anggota DPRD yang dipimpin oleh S selaku Wakil Ketua DPRD tanpa melalui penilai publik.
"Hal tersebut bertentangan dengan PMK No 101/PMK.01/2014. Akibatnya perbuatan dua tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp20 miliar," tutur Roy.
Para tersangka sendiri diancam dengan pidana Pasal 2, Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP Jo pasal 56 KUHAP.
