Bandung (ANTARA) - Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Bandung Yasa Hanafiah menegaskan bahwa tunjangan anggota DPRD, bukanlah penghasilan tambahan melainkan hak normatif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Pemerintah Daerah Kota Bandung hanya melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan. Jadi bukan kebijakan yang muncul begitu saja, melainkan ketentuan normatif yang berlaku secara nasional,” kata Yasa di Bandung, Rabu.
Yasa menjelaskan bahwa untuk tunjangan perumahan diberikan khusus bagi anggota DPRD yang tidak difasilitasi rumah dinas. Besarannya ditetapkan dengan mempertimbangkan asas kewajaran, kepatutan, dan kemampuan keuangan daerah.
“Tunjangan ini bukan bentuk tambahan penghasilan semata. Pada dasarnya, anggota DPRD berhak atas rumah dinas. Karena fasilitas itu tidak tersedia, maka diberikan tunjangan perumahan sesuai standar yang berlaku,” kata dia.
Lebih lanjut, Yasa menyampaikan bahwa seluruh komponen penghasilan dewan ditetapkan melalui mekanisme hukum, mulai dari PP, Perda, hingga Perwal. Menurut dia, hal itu dilakukan dengan asas keterbukaan dan akuntabilitas.
“Setiap rupiah yang diterima oleh pimpinan maupun anggota DPRD dipertanggungjawabkan sesuai aturan. Jadi ini bukan soal besar atau kecilnya angka, tetapi soal hak normatif dan tata kelola keuangan negara yang harus dipenuhi,” kata Yasa.
Ia menyebut berdasarkan data DPRD Kota Bandung, beban kerja anggota dewan di lapangan jauh melampaui agenda resmi reses.
Di sisi lain, Pemkot Bandung bersama DPRD terus melakukan efisiensi, termasuk pada pos perjalanan dinas, agar pengelolaan anggaran lebih transparan dan sesuai asas kepatutan.
Dengan demikian, kata Yasa, hak yang diterima anggota DPRD melalui tunjangan diiringi pula kewajiban yang berat serta mekanisme pertanggungjawaban yang ketat sebagai wakil rakyat.
“Artinya, beban kerja nyata yang dijalankan lebih besar dibandingkan gambaran formal yang sering terlihat di publik,” katanya.
